Mohon tunggu...
M. Hafizhuddin
M. Hafizhuddin Mohon Tunggu... Aktor - Kang Apis

Anggota Komunitas Tidur Berdiri di KRL

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Narasi "Cebong-Onta", Generalisasi Sesat Logika

14 Februari 2018   08:51 Diperbarui: 14 Februari 2018   11:14 6263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: publicdomainpictures.net

Sebagai generasi milenial, saya amat memiliki keterikatan dengan media sosial. Setidaknya ada tiga media sosial yang paling digandrungi warganet, yaitu Facebook, Twitter, dan Instagram. Dari ketiganya, saya rasa Twitter merupakan media sosial yang sangat mengasyikkan. Kemudahan dalam penggunaannya berdampak pada cepatnya orang-orang membagikan informasi terbaru.

Misalnya, ketika terjadi peristiwa gempa bumi di sebuah daerah, maka dengan cepat berseliweran informasi terkait gempa bumi tersebut di Twitter. Akun-akun resmi seperti BMKG juga menurut saya lebih cepat memberitahukan perkembangannya di Twitter (dan mungkin Facebook sih) dibanding di Instagram.

Namun sayang belakangan ini Twitter dan media sosial lainnya "dikotori" komentar-komentar politis yang sebenarnya tak semua substansial. Sebab tidak hanya membahas soal politik, hal-hal non-politik juga ujung-ujungnya akan ditarik ke perseteruan dua kubu, yaitu "cebong" dan "onta". Dua sebutan yang merupakan pemberian dari satu sama lain.

Bermula dari Pilpres 2014

Hajatan Pemilihan Presiden empat tahun lalu memang begitu membekas. Persaingan dua pasangan capres dan cawapres di masa itu nyatanya masih dibawa-bawa oleh para simpatisannya hingga saat ini. Julukan "cebong" atau "cebongers" sendiri ditujukan kepada orang-orang yang mendukung Jokowi. Mengapa "cebong"?

Awalnya saya tidak paham mengapa hewan itu dipilih sebagai julukan bagi pendukung Jokowi. Namun dilansir dari BBC Indonesia kata "cebong" ini merujuk kepada hobi Jokowi yang memelihara kodok sejak masih menjabat Wali Kota Solo. Tak sedikit pula yang terang-terangan menyebut Jokowi sebagai "Raja Kodok" atau bahkan "Jokodok".

Sementara itu, kata "Onta" belakangan sering digunakan untuk menyebut pendukung Prabowo, yang sepengetahuan saya dimulai saat ramai pro-kontra vaksin. Sebelumnya pihak yang satu ini kerap dijuluki "kaum bumi datar". Dikutip dari BBC Indonesia, sebutan ini mengacu pada kalangan fanatik agama yang dianggap mudah tersinggung dan dimanfaatkan kepentingan politik.

Sejak saat itu, kata-kata sebutan di atas sering sekali ditemukan di media sosial. Mulai dari bahasan politik hingga non-politik. Intinya ketika ada seseorang yang menyampaikan opininya untuk mengkritik Jokowi, maka otomatis akan dicap "onta" atau "kaum bumi datar". Sebaliknya, saat ada yang mengkritik Prabowo, cap "cebong" sudah tidak bisa dielak lagi.

Julukan-julukan ini pun merembet kepada perselisihan antara pendukung Ahok-Djarot dan Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta 2017. Anda pasti sudah tahu dan paham pihak mana yang dijuluki "cebong", pihak mana yang dijuluki "onta".

Sesat Logika

Jujur saja, hingga bagian ini saya sudah cukup muak menulis dua nama hewan tersebut. Namun ada hal-hal yang ingin saya sampaikan, terutama masalah pola pikir orang-orang yang terjebak dalam pusaran ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun