Mohon tunggu...
Agus Salim Fajri
Agus Salim Fajri Mohon Tunggu... Guru - Belajar Setiap Saat

Lahir di Desa Kantan Muara, 25 Agustus 1991 *Riwayat Pendidikan: - SDN Kantan Muara 1 - SMPN 3 Pandih Batu - MAN Maliku - Universitas Palangka Raya. *Organisasi yang diikuti: - Pramuka - KNPI - Persaudaraan Setia Hati Terate

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buku

21 Februari 2021   07:00 Diperbarui: 21 Februari 2021   07:15 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku merupakan kumpulan tulisan yang dituangkan dalam lembaran-lembaran kertas kemudian disatukan. Setidaknya demikian maksud dari pengertian buku secara masyarakat umum. Sebelum era digital, buku hanya berbentuk jilid-jilid lembaran kertas. 

Namun kini sudah banyak beredar buku elektronik atau biasa disebut dengan istilah e-book. Buku-buku elektronik ini lebih mudah beredar dan praktis dibanding dengan buku kertas.

Disamping kelebihan, tentu juga terdapat kekurangan yang dimiliki buku elektronik. Salah satu diantaranya adalah hanya bisa diakses menggunakan alat berupa ponsel atau komputer. 

Misalnya saja ponsel atau komputer kehabisan daya baterai, ini berarti akses ke buku elektronik menjadi terhambat. Bagi yang tidak atau belum memiliki alat tersebut tentu juga tidak bisa mengakses buku elektronik setiap waktu.

Bentuk dan isi buku sangat beraneka ragam, terbagi kedalam jenis fiksi dan non fiksi. Buku juga terbagi  kedalam kategori usia pembaca, ada buku khusus anak-anak, khusus remaja, dan dewasa. Artinya kebanyakan buku hanya diperuntukkan kepada kalangan tertentu dan tidak cocok untuk kalangan lainnya. Meskipun ada beberapa buku yang cocok untuk semua kalangan.

Kurangnya ketersediaan buku bacaan yang dimiliki masyarakat secara luas, terutama di wilayah pedesaan menimbulkan kurangnya minat baca masyarakat. Perpustakaan-perpustakaan umum kebanyakan hanya berada di kota yang bahkan belum tentu masyarakat desa mengunjungi kota setahun sekali. Artinya akses masyarakat desa untuk memperoleh buku bacaan sangat minim.

Berbagai informasi bisa kita dapatkan melalui buku. Dengan membaca maka akan menambah wawasan. Hal ini sangat perlu diperhatikan supaya generasi kita tidak terlena dan terbuai dengan perkembangan teknologi sehingga salah dalam memanfaatkannya. Kemajuan teknologi memang tidak bisa dihindari, namun semestinya kita mampu mengendalikannya bukan justru kita yang dikendalikan oleh teknologi itu.

Pemerintah melalui kementerian pendidikan sudah mengupayakan budaya membaca melalui program literasi yang dilaksanakan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Literasi tidak hanya membaca buku cetak namun sudah banyak diterbitkan buku-buku dan komik dalam bentuk elekronik dengan format pdf. Namun apakah sudah berjalan sesuai keinginan? tentu saja belum.

Para penggerak literasi membaca banyak bermunculan akhir-akhir ini. Meskipun dengan modal dan biaya dari kantong sendiri, para relawan ini berusaha mengajak masyarakat untuk gemar membaca. Ini merupakan gerakan kepedulian terhadap generasi penerus yang saat ini cenderung mengalami ketergantungan terhadap ponsel pintar. 

Entah apa jadinya jika minimnya pengetahuan yang dimiliki anak-anak saat ini berlanjut dengan kurangnya minat membaca. Tentu akan menjadi masalah seandainya kelak mereka menjadi pemimpin namun pengetahuannya kurang mumpuni.

Pembangunan akhir-akhir ini memang sudah berkembang pesat dibanding sepuluh atau belasan tahun lalu terutama di wilayah pedesaan. Namun pembangunan ini sebagian besar hanya bertumpu pada perbaikan infrasruktur saja. 

Selain sumber daya alam, negara kita juga memiliki kekayaan sumber daya manusia (masyarakat). Sebagian orang memiliki pola pikir bahwa pengembangan sumber daya masyarakat hanya dilakukan di sekolah-sekolah formal. Mereka tidak mempertimbangkan bahwa kemampuan masyarakat atau generasi penerus dapat dikembangkan di lingkungan hidup sehari-hari.

Pembangunan sumber daya masyarakat dapat ditempuh dengan berbagai macam cara, misalnya mengkampanyekan budaya membaca disertai dengan penyediaan fasilitas penunjang yaitu perpustakaan. 

Seandainya untuk membuat perpustakaan besar dirasa terlalu berat, bisa dimulai dengan membuat rumah-rumah atau taman-taman baca. Rumah atau taman baca menjadi alternatif konsep yang cukup membantu dalam membangkitkan budaya membaca masyarakat.

Pemeran utama dalam gerakan literasi membaca ini kebanyakan adalah para pemuda yang aktif berkegiatan atau berorganisasi, seperti Pramuka. Disamping itu, para pemerhati pendidikan juga tentu mendukung kegiatan semacam ini. Tinggal bagaimana masyarakat dalam menanggapi munculnya gerakan literasi ini. 

Mungkin ada yang mendukung, mungkin juga ada yang kurang sepaham. Itu semua adalah kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi melihat kemajemukan masyarakat yang ada di negara kita.

Kendala yang menjadi penghalang terbentuknya rumah atau taman baca khususnya di pedesaan adalah ketersediaan buku-buku bacaan. Akan sangat lucu jika terdapat taman baca yang koleksi bukunya hanya bisa dihitung dengan jari. Meskipun tidak ada batasan minimal buku yang harus tersedia, namun setidaknya ada buku yang dapat dibaca sesuai kalangan usia masing-masing. 

Buku-buku hanya bisa diperoleh di perkotaan karena memang toko buku sebagian besar berada di kota. Alternatif lain adalah dengan menggunakan e-book. 

Meskipun tidak sedikit juga kendala yang dialami, seperti alat (ponsel atau komputer), sinyal, dan paket data. Di wilayah desa sudah tidak asing lagi dengan lemahnya jaringan internet, ini juga menjadi satu tantangan lain.

Kantan Muara, 21 Februari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun