Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia Juara Dunia Pemekaran

18 Agustus 2011   16:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:39 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Juara dunia di panggung sepakbola, boleh jadi masih impian yang diretas. Entah kapan, bakal terwujud. Tapi bukannya Indonesia tak pernah juara dunia, pernah. Begitu setidaknya yang tersirat dari lontaran pernyataaan Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan. Bukan di dunia olahraga, tapi dalam soal memekarkan daerah, Indonesia nomor wahid.

Djohermansyah, mengungkapkan itu, saat lembaganya menggelar press conference, bertajuk, “ Hasil Evaluasi 205 Daerah Otonom Hasil Pemekaran,” pada 28 April 2011. Kebetulan waktu itu, saya meliput acara itu.

Menurut Djohermansyah, sejak UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemda dilansir, regulasi itu ikut mendorong terjadinya ledakan pemekaran daerah. Bahkan, hanya dalam kurun waktu 10 tahun saja, telah terbentuk 205 daerah otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 164 kabupaten dan 33 kota.

“Ledakan pemakaran ini sangat pesat sekali. Kalau melihat studi tentang teritori, Indonesia ini nomor wahid di dunia dalam hal pemekaran,” katanya.

Dipaparkannya, pemekaran paling banyak adalah kabupaten, yang naik dari 234 menjadi 398. Ada tambahan 164 kabupaten, atau jika diprosentasekan naik 70 persen. Bahkan, di 2009, masih ada dua daerah yang baru dimekarkan.

Pemekaran kota juga meningkat, dari 59, naik menjadi 93 kota. Atau naik 57 persenan. Sementara provinsi dari 27, naik 33 provinsi. Atau naik 22 persen,” kata dia.

Era reformasi sendiri, adalah era dimana kran kebebasan berderak cepat. Dikungkung otorianisme orde baru, selama 30 tahun, lalu saat rezim penopang orde baru tumbang, kebebasan terbuka lebar, bahkan menganga. Sentralisme yang jadi ajimat di era orde baru, dianggap usang. Diganti geliat semangat desentralisasi yang diteriakkan dengan berbusa-busa. Dilansirlah otonomi daerah, dengan memberi daerah hak yang begitu luas mengatur dirinya sendiri. Pemekaran pun ikut melekat didalamnya, tak terhindarkan memang.

Sepuluh tahun lebih sudah, pemekaran tak punya kendali. Pemerintah pun gundah, perlu ada sebuah cara untuk mengatur ulang gerak pemekaran, agar tak bergerak tergesa. Dirumuskanlah, sebuah desain, yang disebut pemerintah dengan nama grand desain penataan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Didalamnya, disusun sebuah estimasi, sebuah rumusan besar, sebuah format masa depan Indonesia. Berapa jumlah provinsi yang ideal, berapa dan bagaimana daerah di mekarkan sampai 2025, semua coba di jahit dalam desain besar itu. Diluar itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium pemekaran.

Para pakar, yang ahli dan banyak melakukan penelitian tentang otonomi daerah beserta tetek bengeknya, diajak urun rembuk. Diskusi, seminar dan lokakarya, entah sudah tak terhitung digelar, tujuannya satu, bagaimana format otonomi ideal bagi Indonesia.

Ada yang ingin format itu berubah arah. Salah satunya, adalah mantan Menteri Otonomi Daerah, Ryaas Rasyid. Ryaas yang sekarang menjadi pansehat presiden SBY, menganggap perjalanan otonomi daerah plus dengan pemekarannya, sudah harus dikoreksi. Artinya banyak yang menyimpang, sehingga perlu diluruskan.

Kewenangan kabupaten dan kota, menurut Ryaas terlalu digjaya. Hinggga melahirkan problem koordinasi dan hubungan pusat dan daerah. Pemilihan kepala daerah secara langsung di kabupaten dan kota pun, dianggap punya andil, kian bermasalahnya pelaksanaan otonomi daerah. Ia pun melansir usulan, agar pemilihan kepala daerah di rubah formatnya. Tak lagi bupati atau walikota yang dipilih langsung, tapi cukup pemilihan langsung diperuntukan memilih gubernur.

Namun pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri, berbeda pandangan. Justru gubernur yang tak perlu di pilih langsung. Pemilihan langsung hanya di kabupaten dan kota. Sedangkan gubernur cukup dipilih oleh DPRD. Usulan ini coba dikongkritkan, lewat rancangan sebuah UU, yakni regulasi khusus yang mengatur Pilkada. Seperti apakah pemekaran kedepan? Apakah Indonesia masih tetap berpredikat juara dunia pemekaran?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun