Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gaji Pertama Serasa Menjadi Konglomerat

20 September 2011   17:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:47 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila belum berpenghasilan rasanya kita seakan orang paling melarat sedunia. Dunia terasa tak ramah. Terlebih lagi bila sudah lulus kuliah dan sudah mengantongi ijasah, tapi pekerjaan yang di idamkan belum menghampiri. Rasanya jika orang tua sudah bertanya tentang pekerjaan terasa seperti omelan.

Belum lagi malu sama tetangga, sudah sarjana masih luntang lantung. Apalagi sama pacar dan calon mertua, mungkin tak ketulungan malunya. Masih mending bila bokap dan nyokap adalah orang kaya, masih bisa berharap dari warisan, meski itu solusi yang tak mendidik. Bagaimana bila orang tua pas-pasan dan sudah habis-habisan menyekolahkan kita, tentu lama menganggur menjadi beban tersendiri.

Rasanya, setumpuk malu membebani, bila hendak ngapel saja, mesti merayu setengah mati orang tua, sekedar ada ongkos jalan. Belum lagi, bila sang pacar merajuk minta dibelikan sesuatu, atau mengajak nonton dan makan malam di luar, kepala puyeng setengah mati. Mau janji diakhir bulan, tentu bisa jadi itu bunuh diri, sebab belum menjadi orang gajian. Kalau pekerjaan sudah ditangan pasti agak mendingan, bila keadaan dompet tak memadai, bisa memberi janji saat gaji telah diterima ditangan.

Pun bagi jomblowan yang non job, jelas mencari pujaan hati menjadi begitu berat tantangannya, ketika belum berpenghasilan. Maka gaji atau penghasilan menjadi daya tawar diri, berhadapan dengan siapa pun.

Maka ketika nanti dapat kerja setumpuk rasa malu akan ditebus tuntas. Gaji pertama pun ditekadkan untuk dinikmati orang-orang tercinta. Pertama tentu bunda yang telah mengandung, lalu ayah yang mengayuga, berikutnya adik dan kakak bila memang punya.

Setelah itu adalah pujaan hati. Juga tak lupa calon mertua. Untuk ibu mungkin gelang beberapa gram atau kalung mas. Buat bapak mungkin sepatu atau baju batik. Dan buat pacar, mengajak makan bukan lagi yand kelas kaki lima tapi di restoran ber-ac dan berparkiran luas.

Dan ketika gaji pertama di terima tangan, rasanya pojok dunia tersenyum ramah. Dada pun bisa dibusungkan. Di hadapan ibu dan bapak tentu bisa membangga diri. Dengan pacar dan calon mertua makin percaya diri.

Dengan dompet berisi, tak perlu lagi harus menelan air liur, melihat sesuatu atau barang yang di idamkan. Tinggal menghitung rupiah ditangan, barang mana yang bisa terjangkau, tanpa harus menandaskan gaji pertama.

Pokoknya, ketika gaji pertama diterima, rasanya kita serasa jadi konglomerat. Senyum sendiri, penuh sumringah. Bagaimana tidak dari yang tadinya tak berpenghasilan, tiba-tiba ada lembaran rupiah ditangan hasil keringat sendiri. Ditimang, dilihat, dan di elus. Rasanya uang gaji pertama, adalah harga paling berharga sedunia.

Jalan pun tak lagi lunglai. Tegak laiknya seperti bos. Rasanya dunia pun ingin kita beli. Tak ada lagi stempel pengangguran, yang kadang kalau waktu senggang bergitar ria, tetangga mencemooh. " Dasar penggangguran, kerjanya menganggu orang," katanya.

Bila cinta pertama disebut, adalah momen yang paling mengesankan, maka gaji pertama pun demikian. Saya pun merasakan itu, ketika pertama kali tangan ini menerima gaji yang pertama. Kebetulan gaji pertama, ditransfer via ATM. Mata begitu membelalak, begitu mencatat jumlah rupiah di mesin ATM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun