Mohon tunggu...
Muhammad Adib Mawardi
Muhammad Adib Mawardi Mohon Tunggu... Lainnya - Sinau Urip. Nguripi Sinau.

Profesiku adalah apa yang dapat kukerjakan saat ini. 😊

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keset dan Seseorang yang Bersahabat Karib Dengannya

5 Desember 2020   09:00 Diperbarui: 5 Desember 2020   09:02 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keset (Marissa Daeger/Unsplash)

Teman, selama ini kita mungkin seringkali menganggap bahwa keset adalah sebuah benda rendahan yang memiliki tugas untuk membersihkan apa saja yang menempel pada kaki atau alas kaki kita. Entah itu berupa kotoran ataupun air yang membasahinya sehabis kita keluar dari kamar mandi.

Sehingga kuatlah terpatri dalam pemahaman kita bahwa keset itu fungsinya adalah sebagai pembersih yang senantiasa kita injak-injak demi menuntaskan apa yang menjadi hajat kita, yakni membersihkan diri.

Kawan, kali ini saya ingin menarik pembahasan yang lebih jauh mengenai gambaran keset tadi. Dalam hidup ini, kita mungkin saja pernah menemukan sebuah pihak tertentu yang menganggap pihak lain sebagai keset. Ya. Ia menganggap orang lain itu sebagai bawahan yang diberi tugas untuk membersihkan keadaan dirinya. Entah itu dalam lingkungan organisasi, lingkungan kerja, lingkungan sosial-masyarakat, atau selainnya.

Umumnya, hal ini terjadi pada saat seseorang mendapati posisi orang lain berada pada kondisi yang lebih lemah darinya, maka itulah yang kemudian dijadikan kesempatan baginya untuk mengeksploitasi orang tersebut sebagai ajang untuk membersihkan diri. Kejam? Begitulah nyatanya yang kerap terjadi.

Kendati demikian, dalam tulisan ini saya tidak hendak mencontohkan secara rinci mengenai praktik kasta keset ini sudah dilakukan oleh siapa saja dan terhadap pihak yang mana, agar siapa saja dapat menggali sendiri secara lebih luas mengenai keberadaannya. Dan lebih dari itu, kasus ini pun sebenarnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, bahkan di lingkungan terdekat kita sekalipun.

Begitulah fakta yang mungkin akan kita temui bahwa kasta keset adalah posisi yang bertugas untuk menjadi bawahan sekaligus pembersih bagi siapa saja yang melaluinya. Miris dan penuh kehinaan? Syukurlah, jika kita masih memiliki nurani untuk merasakannya.

Dalam batin kita, kita mungkin begitu iba manakala mendapati seseorang yang diperlakukan sedemikian tidak bermartabatnya karena status rendah yang mereka miliki di lingkungannya. Terlebih lagi, mereka adalah pihak yang tidak memiliki kemampuan untuk membela diri atau menemukan seseorang yang akan menjadi pembela bagi dirinya. Begitu tragisnya kondisi hidup yang mereka jalani.

Oleh sebab itulah, saya merasa begitu senang sekaligus lega manakala mendapati adanya seseorang yang mendaku diri sebagai pihak yang bersahabat dekat dengan keset. Tergambar terang dalam angan-angan saya mengenai sosok ini bahwa ia adalah seorang pembela kaum keset yang akan bersedia untuk mengangkat, membersihkan bahkan merawatnya, sehingga setidaknya ia akan berada pada posisi yang lebih terhormat.

Dalam pandangan saya, sahabat karib bagi sang keset ini tidak memiliki rasa jijik sedikit pun pada kotoran yang akan menodai tangannya. Ia tak gentar secuil pun pada kuman yang hendak menggerayangi tubuhnya. Sebab yang ia pedulikan hanyalah sebuah keadaan, bagaimana ia akan mengentas, membersihkan dan merawat sahabat karibnya itu dengan sebaik mungkin.

Apalah arti derita noda kotoran dan kuman itu bagi dirinya dibandingkan nasib tragis yang tengah menimpa kawannya yang senantiasa diinjak-injak oleh sekelompok manusia yang kemungkinan juga tidak terlalu peduli atas keberadaannya, meski ia telah berjasa membersihkan kakinya.

Dalam benaknya, derajat terendah bagi seorang sahabat keset hanyalah sebuah julukan sebagai tukang kebersihan atau cleaning service. Atau, jika tidak demikian, mungkin hanyalah sebuah anggapan keliru yang akan menimpa dirinya sebagai seorang tukang sampah. Dimana julukan ini kita tahu sangat ambigu dengan sebuah pemahaman yang lain, yakni sebagai sosok yang menjadi biang keladi atas menumpuknya segala sampah di lingkungan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun