Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pekerjaan dan Penghasilan adalah Dua Hal yang Berbeda

25 Oktober 2017   10:44 Diperbarui: 25 Oktober 2017   11:50 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suami pembantu saya bekerja sebagai pelayan rumah makan. Umurnya sekitar 24 tahun. Katanya, jam kerjanya dari jam 12 siang sampai jam 10 malam dengan libur 1 hari seminggu tetapi tidak di hari libur kalender. Kata istrinya lagi, gajinya sebulan 1 juta. Jarak dari rumah ke pekerjaannya sekitar 5 km dan ia pergi pulang menggunakan sepeda motor.

Di pekerjaannya dia hanya bertugas mengambil pesanan, mengantar makanan dan meembersihkan meja bekas orang makan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan masalah memasak atau membuat makanan.

Kebetulan saya punya usaha sambilan (home industri) yang potensial untuk dijual di warung-warung dan sudah memiliki izin edar dari Dinas Kesehatan. Melalui istrinya saya tawarkan  pekerjaan menjadi canvaser produk saya. Kerjanya hanya mengirim dan mengecek barang ke outlet-outlet yang sudah saya bina.  

Saya menawarkan gaji awal 1,5 juta sebulan dengan jam kerja bebas, targetnya hanya mengunjungi 10 outlet setiap hari. Saya juga menjanjikan bonus setiap terjadi over target penjualan. Hitung-hitungan saya yang saya sampaikan juga ke istrinya, jika dia rajin buka outlet berpotensi bisa mendapatkan penghasilan 3 jutaan sebulan.

Logika saya, dia pasti akan sangat senang dengan pekerjaan seperti itu. Dari sisi waktu, mungkin saja hanya setengahnya dari yang dia gunakan untuk ke pekerjaan saat ini dan dari segi pendapatan dia juga mendapat 50% lebih banyak. Namun, di luar dugaan dia menolak dan mengatakan lebih menyukai pekerjaan yang dilakukannya saat ini.  

Setelah diselidiki lebih jauh tentang penolakannya, tersirat kesan bahwa bekerja formal dengan pergi pulang secara rutin ke suatu usaha formal terasa lebih "sesuatu" dibanding dengan sekedar jadi pengirim barang. Ia tidak melihat besarnya potensi penghasilan sebagai hal yang lebih menarik. Ia tidak melihat kalau jadi canvaser berpotensi membuka usaha sendiri.

Secara general, saya melihat sikap seperti ini sebagai kurangnya wawasan enterpreneur pada generasi muda kita. Itu merupakan cikal-bakal munculnya penganguran. Pemerintah harus tanggap dengan hal tersebut....

Salam.....

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun