Mohon tunggu...
Taryadi Sum
Taryadi Sum Mohon Tunggu... Insinyur - Taryadi Saja

Asal dari Sumedang, sekolah di Bandung, tinggal di Bogor dan kerja di Jakarta. Sampai sekarang masih penggemar Tahu Sumedang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Enam Hari Perjalanan Darat dari Kupang ke Bandung

6 Oktober 2012   17:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:10 3336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membuka kembalikisah pejalanan menyusui pelosok Indonesia, ingatan saya belum hilang ketika melakukan pejalanan dai Kupang ke Bandung melalui jalur darat selama enam hari perjalanan. Saat itu tahun 1996 ketika terpaksa harus pulang dengan ongkos sendirisementara tiket pesawat masih sangat mahal. Jalur itu dipilih semata-mata untuk penghematan biaya.

Perjalanan keterpaksaan itu terjadi karena saya yang akan dikontrak untuk 2 tahun oleh sebuah perusahaan memutuskan untuk membatalkan kontrak tersebut karena ternyata ada ketidakcocokan. Sebagai konsekuensinya saya tidak diberi ongkos pulang oleh perusahaan tersebut.

Hari pertama, dari Kupang naik kapal ferry ke Ende yaitu menyeberang dari Pulau Timor ke Pulau Flores. Kapal ferry yang melaju sangat pelan menyebabkan perjalanan itu memakan waktu sampai 17 jam.Waktu sebanyak itu sungguh menjenuhkan kecuali ketika melihat puluhan ikan lumba-lumba yang melompat-lompat seolah sedang memberti tontonan pada penumpang kapal. Salah satu keunikan yang saya dapat di jalur ini adalah di dek bawah kapal banyak pedagang alpukat yang harganya sangat murah sehingga beberapa kali saya membelinya untuk mengganjal perut.

Pagi hari kedua, saya tiba di Ende dilanjutkan dengan perjalanan darat berupa minibus ke Kota Ruteng, yang kalau tidak salah di wilayah Manggarai. Kali itu saya juga menggunakan jurus penghematan dengan hanya menginap di losmen. Kelucuan tidur di losmen tersebut adalah biayanya dihitung perkepala dengan satu kasur diisi 2 orang, lucunya adalah saya tidur di samping orang sama sekali tidak dikenal. Tapi okelah karena sama-sama laki-laki.

Suasana Kota Ruteng saya bayangkan seperti di Cipanas Cianjur. Selain dingin, di beberapa kebun terdapat tanaman dataran tinggi. Suasanapun sangat menyegarkan dan sebenarnya saya meerasa betah di tempat tersebut. Namun karena harus melanjutkan perjalanan, maka pagi hari ketiga itu saya kembali naik minibus ke ujung barat Pulau Flores, yaitu Labuhan Bajo.

Sampai di Labuhan Bajo, tenyata saya disambut dengan berita buruk yaitu kapal ferry yang akan menyeberang ke Safe (Ujung Timur Pulau Sumbawa} baru akan datang lusa. Akhirnya saya menginap kembali di sebuah losmen yang ada di situ. Selama bermalam di situ, saya lebih banyak ikut memancing dengan beberapa penduduk yang tengah mengail ikan di dekat dermaga. Beberapa ikanpun saya dapat dan hasilnya diberikan kepada mereka.

Sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan bisa memancing di laut itu sehingga kalau tidak sedang dalam perjalanan pulang sayapun masih ingin tinggal di sana barang sehari lagi. Tapi karena kapal hanya 2 kali seminggu, sayapun tidak menambah waktu tinggal di tempat itu.

Menjelang magrib hari keempat, saya baru sampai di Terminal Bis Bima setelah siangnya sampai di Pelabuhan Sape. Dari sini sebenarnya ada bis malam yang langsung ke Surabaya, bahkan Bandung. Tetapi saya memilih perjalanan putus-putus dengan mengambil tujuan akhir Kota Mataram. Perjalanan semalaman itu ternyata juga harus menyeberang pulau dari Sumbawa ke Lombok dari Pelabuhan Pototano ke Pelabuhan Kayangan.

Hari kelima pagi, saya sampai di terminal bis Mataram. Setelah Tanya sana-tanya sini, saya naik ankutan pedesaan menuju Pelabuhan Lembaruntuk menyeberang lagi ke Pulau Bali. Di pelabuhan ini rupanya setiap 1,5 jam ada kapal sehingga saya tidak kesulitan untuk menyeberang.

Sesampai di pelabuhan penyeberangan Padangbai (Bali Timur) saya masih tetapmenggunakan angkutan jarak pendek yaitu hanya naik kendaraan sampai terminal Ubung di pulau dewata itu. Sampai di sana waktu menunjukkan dinihari dan harus menunggu sampai shubuh untuk naik bis ke Pelabuhan Gilimanuk.

Pagi hari ke enam, saya menyeberang di lintas Gilimanuk-Ketapang dan sampailah di Banyuwangi. Lega rasanya sudah sampai di Pulau Jawa. Capek dan lelah seolah hilang karena sudah satu pulau dengan sang istri yang saat itu sedang mengandung tujuh bulan anak kami yang pertama. Sore itu juga saya sudah sampai di stasiun kereta Gubeng dengan menggunakan bis dari Banyuwangi ke Surabaya.

Tidak sampai 1 jam saya istirahat, kereta bisnis Pasundan yang saya gunakan untuk ke Bandung langsung berangkat. Meski tidak kebagian tempat duduk di kereta kelas bisnis itu saya memaksanya naik untuk segera sampai di tujuan.  Begitu naik kereta saya langsung mengambil beberapa bantal untuk mengabil posisi tidur di ujung gerbong.

Akhirnya setelah enam hari perjalanan dengan 5 jalur penyeberangan ASDP itu saya sampai di Bandung,  kota yang telah mendewasakan saya.  Saat itu juga saya menuju rumah mertua di Sukabumi untuk menjemput istri kembali ke Bandung. Sungguh itu menjadi perjalanan terlama yang pernah saya lakukan.....

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun