Semakin dangkal nalarku membaca pagi, menghitung sunyi sebagai perselingkuhan embun dengan daun padi. Kering, bahkan lebih kerontang dari sawah tadah hujan. Gersang, bahkan irigasi memuntahkan tangis di meja makan.
Ketika harga beras mahal, lampu rumah lebih cepat padam, biarkan si miskin segera tidur dengan angan, mimpi indah bahwa esok sekarung beras jatuh dari awan. Mimpilah...
Dan ketika siang beranjak panjang, swasembada hanya keran impor berbentuk talangan. Kemana tanah subur menghasilkan? Siapa kiranya tuan pemutus kebijakan menangis sambil mohon ampunan. Kepada rakyat. Kepada kaum jelatah yang dulu ikhlas memberi mandat kekuasaan.
Nalarku hampir buta, malam tiba tanpa solusi dari siapa. Menangislah aku, mereka, serangga malam, dan para pengambil kebijakan. Tentu tangis kami beda tujuan.
#####
Bagan batu, 19 September 2023