Ketika ku baca kembali puisiku era delapan puluhan, aku rasa diri ini bukanlah sosok akrab yang ku kenal , yang di lahirkan dari seorang ibu yang penyayang, yang di besarkan dari suapan halal penuh kehangatan.
Ketika ku telusuri bait puisi penuh dendam penuh emosi era sembilan puluhan, aku asing dengan diriku sendiri. Yang di pangku dan di gendong ayah yang dermawan,yang tak pernah menuntut sesuatu kecuali satu hal, "nak, jadilah manusia yang tumbuh kembang dalam adab dan kebajikan."
Ketika ku baca ulang puisiku yang ku tulis hari sabtu kemarin, semakin cemarlah otaku menyampaikan ingin. Menyatukan kata dan langkah, mengabadikan pesan dan peristiwa, aku limbung oleh hantaman tepuk tangan dari segala arah.
Aku semakin jauh dari diriku
Aku semakin asing dengan suara hatiku
Aku semakin terpenjara suara bising sanjungan dan pujian
Aku mempunyai jiwa ganda yang entah dari mana asalnya
Kebenaran yang ku tulis semakin lari dari keyakinan akan hakikat kesejatian
Keindahan yang ku tampilkan tak lebih hanya polesan menutupi kelemahan diri memaknai arti kehidupan
Aku yang hari ini menulis puisi lagi, sesungguhnya telah mati hati nurani
#####
Baganbatu, 21 agustus 2022