Trotoar menguap siang itu. Dua lusin debu mengangkut bangku, lantai apartemen retak oleh bunyi terompet.
Sepatu hak tinggi mengetuk aspal. Tak, tak, tak, bunyi bersahutan. Seperti mawar merah di taman bawah jembatan, kadang dikagumi kadang dipandang hanya pajangan.
Aku merangkul awan. Ada kenangan berpendar diketinggian, hidung mancung bermata biru, tinggi tubuh lebih seratus delapan puluh. Ada disaku baju, foto tiga kali empat bermotif bingkai semu.
Bertanya pada kaca jendela perkantoran, atau menyemut menunggu antrian. Sebuah kesia-siaan. Namanya hilang.
Mungkin siang itu aku bernasip sial. Tiang tangga penyeberangan garang menghadang. Merebut foto, merampok suara hingga suasana gelap-gulita. Bangsal rumahsakit hanya akhir cerita.
*****
Baganbatu, agustusÂ
2021