Engkau malu bertemu dengan embun, meski airmata telah menjembatani penyesalan, meski tubuh ringkih telah menjadi pertanda penderitaan batin. Embun tetap embun, meski setetes namun penuh harum. Sedang engkau? Himpitan dosa dimasa silam, menjadikan segumpal hati tak lebih hanya permainan.
Engkau pasti cemburu, menyaksikan sepasang burung pelikan saling berangkulan. Setiap kali menyaksikan, seakan remuk sebentuk jiwa yang sesungguhnya rapuh penuh amuk.
Engkau hendak mengingkari.
Engkau berusaha menahan gunung pedih lebih mendidih.
Tapi seumpama debu, jiwa rapuhmu telah mengkristal membentuk dunia baru. Ambigu, peragu.
Maaf, aku hanpir tak mengenalimu lagi. Engkau dulu begitu tegar menantang badai, merasa takkan mati meski lusinan pedang menembus hati, kini engkau tumbang oleh cemburu tak bertangan tak berkaki.
*****
Baganbatu, akhir juliÂ
2021