Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Warni, Perempuan Sepi

19 Mei 2021   19:20 Diperbarui: 19 Mei 2021   19:41 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak sepi meraih tahta, gemericik air berubah tangis. Gemerisik dedaunan berubah jerit yang menggigit, desaunya melebihi gemuruh badai di padang gersang. Tak tersisa kecuali kepedihan, tak bermekaran kecuali bunga kekecewaan.

Warni menangis mengadu kepada senja. Pipinya yang ranum kini tirus digerus airmata. Meratap ia, meremas butiran asa berubah remah nostalgia, menyaksikan pelukan malam kepada senja, mengenang diri yang kini sebatang kara. Tanpa kekasih, tiada belahan jiwa. Hampa.

Warni bersepakat dengan waktu. Tak hendak beranjak hingga kekasih datang. Senja dan malam menunggu di penghujung kelam, embun dan dedaunan terpaksa melukis di gersangnya padang.

Hanya sepi, tapi Warni merasa tercabik hingga kini.

*****

Baganbatu, mei 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun