Tampak malam. Tenggorokan sempit oleh jerit. Setiap lorong menghadang, gelap tanpa sekedip terang. Lampu taman, lampu jalan, tenggelam dan padam. Di pangkuan malam.
Engkau mengaku lelah. Tissu kumal menyeka muka. Air mata, bedak murahan, maskara apa adanya. Seharga dirinya yang terlunta, hanya senilai debu tak beraturan. Diterkam gelap, malam yang udaranya terasa pengap. Hanya lintasan mimpi buruk terus berulang.
Jalan mana hendak engkau tempuh, selain kesedihan, penuh kenistaaan, muatan kepedihan. Tertutup sudah semua pintu, tercerai rasa malu dengan kenyataan hendak mengadu. "Manusiakah aku?" tanya engkau dalam suiran tangis, hanya beberapa lembaran nominal digenggaman tangan. Tak mampu membeli kehormatan yang baru terjual.
Hingga pertengahan malam. Serangga meringkuk dalam diam, dingin yang mulai menyembelih kebekuan alam. Engkau masih mengetuk pintu rumah-rumah bercat putih. Berharap ada tangan tanpa birahi mengulurkan kasih.
Hingga malam ini. Cerita ini belum berganti.
*****
Baganbatu, maret 2021