Bangku kayu. Meja usang dengan kaki hampir patah. Diciumi debu sekujur permukaan. Diam menampung tangis dan tawa, bersemedi menunggu nasip akan berubah.
Dua puluh lima tahun yang lalu. Di antara derit tiang genting ditiup angin, aku lahir. Menambah beban rumah ini. Satu cerita bermula.
Di setiap jengkal lantai tanah penuh nostalgia. Bapak-ibuku yang bersahaja, adik dan kakak yang kini entah di mana. Suratan takdir mencampakan begitu saja, dan dinding reot rumah ini mencatatnya. Dengan seksama.
"Pulanglah, walau sebentar." itu pesan yang ku terima. Entah laba-laba tua di ujung jendela yang mengirimnya, atau tungku hitam penuh jelaga yang rindu nostalgia.
Rumahku. Aku memelukmu. Apa adanya.
*****
Baganbatu, februari 2021