Mohon tunggu...
Kang Marakara
Kang Marakara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengangguran Terselubung

Belajar dan mengamalkan.hinalah aku,bila itu membuatmu bahagia.aku tidak hidup dari puja-pujimu

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Sandiwara Rimba Belantara

5 Juli 2019   13:56 Diperbarui: 5 Juli 2019   14:50 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Auman sang penguasa rimba terdengar memelas, derit riuh dahan bergosip memekakan tanah humus. Patah hilang tumbuh begitu sandiwara berulang, sejak anoa lahir hingga mati, sejak kura-kura tentram dengan cangkangnya, begitu kisah hutan belantara ini bermula

Pagi menjelang dengan raungan srigala yang tertinggal, akar rotan berjuntai mematut diri. Kemana anak-anak lintah bersembunyi, menertawakan matahari yang tak mampu lagi memberi energi. Terlalu bagi jerapah yang terjebak di savana, tapi terasa indah bagi pucuk akasia berkata manja

Belantara senantiasa riuh dengan pembagian jatah, cacing-cacing tanah menarikan irama kesuburan, kupu-kupu riang dengan dendang percintaan. Rianglah, bergembiralah, sebelum satu persatu batang kayu hilang, sebelum tanah kerontang jadi pemandangan

Mungkin ini takdir sandiwara berakhir, mungkin ini awal lakon derita di mulakan. Belalang sejak lama musnah, kakak tua terpenjara di sangkar emasnya. Hanya tinggal sisa-sisa tulang bekas pembantaian, perlahan tetapi terus berjalan, diam-diam tapi menelan seisi hutan

Bagan batu 5 juli 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun