Huruf pertama dari puisi ini hadir bersama rintik hujan, di temani gelegar petir yang bersahutan, di ombang-ambingkan deru topan yang meluluh-lantakan perapian. Aku hampir beku, bahkan ketika bait pertama belum ku ketik-kan
Entah apa maksud puisi ini, aku sendiri sudah terlanjur membenci. Menuangkan kata-kata tapi tak peduli makna, meletakan titik dan koma sekedar rambu rambu baca. Aku bahkan tak peduli bila diksi-diksinya tumpang tindi, seperti tak pedulinya jilatan api melahap kayu mati
Engkau boleh menafsirkan sesuka hatimu, menambah dan mengurangi hurufnya aku tak masalah. Atau kita sudahi saja membaca, campakan segala akal sehat ke keranjang sampah. Mari kita berdebat tentang politik, munculkan segala alibi sebagai pembenar, bila itu di anggap lebih bermartabat
Ah...sudahla, tak perlu menulari dengan yang tak pasti, ijinkan aku bermohon diri, membaringkan segala imajinasi ke pembaringan ber-api
Bagan batu 8 juni 2019