Salah satu kebijakan Walikota Solo, Joko Widodo, yang diberlakukan awal tahun ini adalah menetapkan seragam baru bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Solo. Terhitung sejak 23 Februari 2012, setiap hari kamis seluruh PNS wajib mengenakan busana tradisional Jawa. PNS wanita mengenakan kebaya kutu, sedangkan PNS pria mengenakan beskap landung (http://www.timlo.net/baca/19443/besok-pagi-pemkot-sosialisasikan-seragam-baru-pns/)
Jika jajaran pegawai negeri (PNS) di Jakarta sekarang ini jeli melihat ‘manfaat’ kebijakan tersebut, pastilah PNS DKI Jakarta akan memilih Jokowi pada Pilgub 20 September nanti.Mengapa?
1.Mengangkat harkat budaya tradisional
Meski Jokowi orang Jawa tidak mungkin dia akan ‘mengekspor’ pakaian tradsional Jawa untuk dijadikan seragam PNS Jakarta. Pastilah pakaian tradisional Betawi yang akan diadopsi.Nah, jika itu terjadi maka para pria PNS di DKI Jakarta akan mengenakan pakaian ala Si Pitung, sementara PNS wanitanya akan mengenakan pakaian ala Nyi Dasimeh.
Dapat dibayangkan jika seluruh PNS Jakarta mengenakan pakaian seperti itu, maka pasti pakaian tradisional Betawi itu akan popular kembali di bumi Betawi, Jakarta.
Hanya sajamungkin di awal akan banyak masyaralat bingung membedakan mana PNS mana yang pemain lenong. Maklum, meskipun desain pakaian Betawi relatif simple dan nyaman dipakai,tetapi saat ini busana itu hanya dikenakan pada momen tertentu saja: saat pesta adat, kontes Abang dan None, atau oleh para pemain lenong.
2.Bebas dari belenggu atribut korp
Pakaian seragam bagi PNS seringkali bak buah simalakama. Di satu sisi pakaian seragam itu mencirikan korp yang menyandang status mulia, tetapi di sisi lain (karena tinggi angka bolos kerja dan banyaknya kasus korupsi yang melibatkan PNS) seragam itu bisa menjadi beban bagi mereka yang benar-benar jujur dan amanah.
Betapa tidak, karena ulah beberapa PNS nakal dan korup seluruh PNS mendapat cibiran masyarakat sebagai aparatur yang malas dan korup.
Nah, bila kewajiban mengenakan seragam itu ditiadakan para PNS akan sedikit terbebas dari beban belenggu pakaian penciri korp tersebut.
3.Bebas pamer kekayaan
Bagi PNS yang tergolong berpunya, ada rasa sungkan “memamerkan” kekayaannya . Sebab, mereka sadar bahwa di masyarakat sudah tertanam pandangan bahwa gaji PNS itu kecil, karena itu mustahil bisa kaya jika tidak melakukan penyimpangan wewenang, alias korupsi.
Hilangnya ketentuan berseragam tentu akan membuat mereka tidak terbebani rasa sungkan lagi jika mereka, misalnya, ingin mengendarai mobil mewah ke kantor.
4.Bebas selingkuh(?)
Bagi PNS nakal yang hobi selingkuh, misalnya, dihilangkannya kewajiban mengenakan seragam tentu akan lebih membuat dirinya merasa lebih nyaman.Sebab, dengan begitu mereka tidak perlu lagi repot-repot berganti pakaian atau menutupi antribut PNS-nya saat akan check in di hotel untuk bobok siang.
Menyadari“manfaat”(ekses) perubahan seragam itulah, agaknya, para PNS di Solo menyambut “baik” kebijakan Walikota Solo, Jokowi, tentang seragam PNS tersebut.
Terkait PNS Solo ini ada catatan menarik diungkap oleh Sri Marnyuningsih, juru bicara FPAN Jawa Tengah, seperti dilansirhttp://www.harianjoglosemar.com/berita/pns-solo-juara-selingkuh-63287.html. Pada akhir tahun 2011 terungkap bahwa PNS Solo ternyata juara selingkuh. Dikatakan juara karena dibandingkan dengan kota besar lainnya di Jawa Tengah, seperti Semarang dan Kedu, PNS selingkuh di Solo paling banyak.
Mirisnya, saat masuk hotel oknum PNS peselingkuh itu mengenakan pakaian seragam. Tentunya, jika saat berseragam saja berani “ngamar”, makatanpa seragam para PNS penikmat bobok siang di hotel itu tidak perlu merasa risih lagi, bukan?
Nah, para PNS di DKI, silahkan renungkan peluang kebebasan itu.
Selamat merenung dan memilih.