Kita perlu mengikuti tindakan dan ucapan habaib yang benar. Tapi bila ternyata mungkin kok ada habaib yang jelas-jelas melakukan suatu tindakan yang salah, tidak harus diikuti. Tapi menghormati itu tetap harus dilakukan.Â
Kita perlu membedakan, antara kewajiban menghormati, mengikuti, dan mentaati. Menghormati habaib itu suatu keharusan, bagaimanapun juga. Tapi bukan berarti setiap habaib juga harus diikuti perbuatan dan tindakannya.Â
Seperti halnya kita menghormati orang tua itu adalah kewajiban. Bagaimanapun juga orang tua kita harus kita muliakan. Tapi bukan berarti setiap perintah orang tua harus diikuti dan dijalankan, jika jelas-jelas itu perintah yang menjerumus dalam perbuatan dosa.Â
Dalam kehidupan sehari-hari, andaikan kok saya bertemu dengan seorang habaib yang kontroversial, maka saya tetap akan memuliakan beliau. Mempersilahkan beliau berkunjung dan mampir ke rumah saya, mencium tangannya, dan menjamu dengan jamuan makanan sebaik-baiknya.Â
Tapi bukan berarti saya akan mengikuti hal kontroversial yang dilakukan oleh beliau. Menjadi fanatik buta. Sebab kita perlu memilah dan memilih, mana yang benar dan mana yang salah. Yang benar perlu diikuti, dan yang salah tidak harus. Tapi itu tidak lantas menghilangkan kewajiban untuk memuliakan beliau.Â
Beda pendapat, beda ormas, beda prinsip itu sah-sah saja. Wajar saja ada perbedaan. Tapi bukan lantas perbedaan itu mendatangkan kebencian dan ketidaksukaan, yang berujung pada cacian dan makian.Â
Perbedaan pendapat dan prinsip biarlah menjadi perbedaan, tapi menghormati dan memuliakan habaib itu sampai kapanpun juga dalam kondisi bagaimanapun juga tetap harus kita lakukan.Â
Keturunan Rasulullah shallahu'alaihiwasallam diibaratkan seperti air, dimanapun beliau-beliau berada, maka akan memberikan manfaat.Â
Al Imam Syafi'i dikatakan pernah menggubah sebuah syair.Â
#
# Â