Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tahapan dan Trik Menghasilkan Tulisan yang Baik Menurut A.S. Laksana

12 Agustus 2020   05:21 Diperbarui: 12 Agustus 2020   05:19 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan cara itulah kiranya, banyak dari mereka bisa menghasilkan karya yang luar biasa dari hal yang sederhana. Sementara beberapa dari kita memiliki tunas ide yang hebat, namun gagal dalam mengemas. Hingga emas seolah hanya nampak sebagai pagar besi biasa. Sementara yang lain mampu mengolah sampah sekalipun jadi harta. Maka bagaimana jadinya bila mereka pada awalnya bisa menemukan sesuatu yang cemerlang?

Sayang sekali, kadang beberapa dari kita terlalu buru-buru. Dengan gejala "penyakit" ingin menghasilkan sesuatu yang bagus sekaligus. Apakah menulis itu seperti main sulap? Asalkan tahu mantra saktinya, kita bisa menyelesaikan semua pekerjaan dalam sekejap mata. Dengan mantra abrakadabra.

Membangun rumah saja butuh tahapan panjang. Mulai menanam pondasi, mendirikan tembok-tembok, hingga menyusun atap. Dan terakhir adalah memperindah dengan polesan. Apakah itu dengan cat, ataukah sekedar pakai hiasan.

Seperti halnya kita tak seharusnya mengecat sebuah bangunan saat masih menata pondasi, kita juga tak seharusnya mengedit sebuah tulisan saat belum benar-benar jadi.

Mengedit sekaligus menulis akan menghambat kreativitas. Sebab dua hal itu adalah pekerjaan yang jauh berbeda. Menulis adalah menuangkan seluruh gagasan, sementara mengedit adalah memoles kembali apa yang kita sampaikan. Memperindahnya agar jadi sesuatu yang layak untuk dipublikasikan.

Saat mengeluarkan gagasan, kita tidak bicara masalah estetika. Tapi hal terpenting adalah kita bisa menggali sebanyak mungkin. Sampai tidak melewatkan hal sekecil apapun. Bagus atau tidak, runtut atau tidak, itu adalah urusan nomor sekian yang tidak penting. Namun saat editing adalah proses lanjutan bagaimana untuk merapikan itu semua menjadi terstruktur. Menjadi nyaman untuk dibaca dan dinikmati.

Bukankah kita tidak bisa memasak sekaligus berbelanja? Menulis dan menyusun draft adalah seperti kita belanja. Layaknya kita sedang membeli sesuatu sebanyak-banyaknya. Lalu editing adalah tahapan bagaimana kita memasaknya. Kita mengolah bahan mentah itu sesedap yang kita bisa.

Tak perlu buru-buru, sebab hidangan itu belum layak dinikmati jika belum sampai ke meja makan. Sebelum matang, kita tak bisa menilai hasilnya. Sebelum matang, kita hanya bisa menyajikan barang mentah.

Sayang sekali kita justru sering memasak hanya setengah matang. Menulis setengah jalan, dengan mengabaikan proses editing. Wajar saja tak enak, sebab bukan resep atau bahan mentahnya yang bermasalah. Tapi karena menggunakan teknik pengolahan yang kurang lengkap.

Konon Ernest Hemingway mengakui, dalam salah satu wawancara, bahwa hingga 39 kali dia menulis bagian akhir dari novel Pertempuran Penghabisan. Ketika ditanya apakah ada problem teknis di sana? "Menemukan kata-kata yang tepat." itulah jawabannya. Hemingway rela mengedit naskahnya hingga puluhan kali demi mendapatkan diksi yang sesuai.

Jadi apakah yang kita kagumi dari orang seperti Hemingway? Apakah sekedar karyanya, ataukah juga perjuangannya? Lantas mengapa kita memilih harus jadi orang yang buru-buru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun