Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Mendidik Nafsu Agar Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

25 Juli 2020   06:17 Diperbarui: 25 Juli 2020   07:08 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
blackbirdcounselling.com.au

_______________

Hujjatul Islam Imam Ghazali, pernah mengumpamakan nafsu sebagai sebuah unta. Dalam kitab Kimiyai Sa'adah, beliau menganalogikan nafsu seperti tunggangan. Kita sebagai alam sadar ibarat orang yang mengontrol tunggangan tersebut. Harus bisa mengendalikan, jangan mau hanya dikendalikan. Tapi ada hak yang semestinya juga kita berikan.

Sebab dalam hidup, kita butuh kebutuhan lahir dan batin. Kita gak bisa mengabaikan itu. Kita gak boleh selalu menuntut sesuatu, dan meminta sesuatu, tanpa pernah ada imbal balik untuk memberi.

Jangan terlalu kikir, tapi juga jangan jor-joran. Sama diri sendiri jangan latihan pelit. Agar akhirnya juga bisa dermawan kepada orang lain.

Nafsu itu adalah diri kita sendiri. Kita harus mengakui itu. Seperti itulah kita yang sebenarnya. Kadang iri dengan seseorang, kadang ingin sesuatu yang berlebihan, kadang merasa apa atau apa. Ya itulah diri kita yang sebenarnya.

Kadang ada yang gak mau mengakui. Menganggap nafsu seperti musuh bebuyutan. Memperlakukan nafsu seperti memperlakukan orang lain. Seolah bukan bagian dari diri kita. Bahkan ada yang berpikir ingin membunuh nafsunya sendiri. Kok bisa sih? Itu namanya bunuh diri. Diri sendiri kok dibunuh. Nafsu itu bukan untuk dibunuh, tapi dikendalikan. "Dididik" dan diatur agar jinak.

Jangan benci diri sendiri. Mengapa harus membenci diri sendiri? Kenali diri sendiri, bagaimana karakter dan perilakunya.

Kalau saya mengumpamakan, seperti bagaimana kita mendidik anak kita sendiri. Jangan terlalu dikasari, tapi jangan apa-apa dituruti. Ajarkan nafsu biar dia semakin dewasa.

Umpama seorang anak, tidak baik jika apa-apa dituruti kemauannya. Tapi juga jangan dituntut terlalu keras. Saat anak terlalu dimanja, dia akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak baik. Pemalas, tidak memiliki disiplin dan tidak memiliki etos kerja yang kuat. Gak punya impian besar. Tapi andaikan anak dididik terlalu keras, dia bisa saja tumbuh menjadi karakter yang tempramental, mudah kecewa, emosional, dan muncul karakter buruk lain. Intinya orang tua harus lebih bijaksana.

"Anak yang dipaksa belajar itu diibaratkan bebek yang dikasih minum paksa. Bebek itu kemudian jadi tumbuh dengan penuh kebencian pada air. Bebek itu akhirnya tidak akan mau minum sendiri, bahkan meskipun mengakibatkan dia mati kehausan." (Nasihat lain dari Syaikh dokter Yusri Jabr)

Umpamakan alam sadar kita sebagai "orang tua" dari nafsu kita sendiri. Mendidiknya harus juga dengan perasaan. Biar nafsu bisa diajak kompromi. Dan mau bekerja sama untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Hari demi hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun