Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Mendidik Nafsu Agar Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

25 Juli 2020   06:17 Diperbarui: 25 Juli 2020   07:08 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
blackbirdcounselling.com.au

Keinginan nafsu yang terlalu dikekang, padahal masih tahap belajar mengendalikan diri, biasanya juga kurang baik. Akhirnya malah jadi malas dan tidak memiliki semangat untuk bersikap konsisten. Karena kemauannya tidak dituruti semua. Nafsunya ngambek.

Tapi jika dituruti semua, juga akhirnya berdampak buruk. Karena gak akan ada puasnya. Akan terus meminta lebih, dan terus meminta. Kalau bahasa sains, hormon dopamine dalam otak kadarnya akan terus meningkat. Hingga merasa tidak puas dengan hal yang sudah dimiliki. Kepuasan akan terus menerus berkurang. Menimbulkan efek kecanduan.

Sering-sering alam sadar "mengobrol" dengan alam "bawah sadar". Atau istilah psikologinya mungkin adalah melakukan komunikasi intrapersonal (berkomunikasi dengan dirimu sendiri).

Sudah sedewasa apa diri ini? Apa keinginanmu? Apa yang kau rasakan saat ini? Ada yang bisa aku bantu? Sebab seperti mendidik seseorang, yang perlu diperlakukan dengan lembut, dan sesekali perlu juga dengan tindak lanjut bila keterlaluan.

Harus tahu diri. Tanya hatimu, apa yang kau inginkan. Jika itu keinginan baik, kenapa tak kita lakukan? Jika itu keinginan buruk, bisa ditawarkan hal lain sebagai alternatif keinginan tersebut.

Jika hal yang sah-sah saja untuk dilakukan, tak berdosa, dan tak berpahala, bisa jadikan itu dengan ilmu yang kita miliki menjadi kegiatan berpahala. Gunakan trik. Sebab hal yang mubah bisa jadi berpahala bila pintar-pintar "mengelabui setan".

***

Kadang ada orang yang terlalu menganak tirikan nafsu. Ada yang terlalu memanjakan. Akhirnya ada majas "budak hawa nafsu". Ya aslinya bukan budak kalau menurut saya. Sebab nafsu itulah jiwa kita sendiri.

Bercermin dan lihatlah, ya itulah sebenarnya kita. Bentuknya seperti itu. Untung kita memiliki alam sadar, yang bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Akhirnya diri bisa lebih terkontrol.

Mengatur dan mendidik orang lain saja kita bisa bijaksana, kenapa kita gak mencoba dengan cara yang lebih bijaksana untuk mendidik nafsu kita sendiri? Karena alam sadar kitalah yang paling memahami karakteristik nafsu kita. Sudah "berteman sejak lahir."

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun