Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Absurd

7 Juli 2020   05:55 Diperbarui: 7 Juli 2020   05:47 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

________

Saat Seno Gumira Ajidarma menitipkan pesan-pesan jurnalisme dalam cerpen-cerpen miliknya, atau Pramoedya Ananta Toer yang menyimpan pengalaman pahit menjadi sebuah novel, maka orang lain juga bisa menyisipkan kegelisahan tentang kekhawatiran, atau apapun yang sebenarnya tak mampu diubah olehnya. 

Namun sangat ingin dikatakan, sebagai sebuah antisipasi. Setidaknya agar orang lain akhirnya tidak ikut terjebak dalam kubangan lumpur yang sama.

Karena ada kata mutiara, atau mungkin juga prinsip yang kurang lebih berbunyi, "kritik tanpa solusi adalah omong kosong."

Tapi penulis tulisan ini juga lalai, karena tulisannya berakhir hanya sebagai omong kosong juga.

***

Pada suatu hari yang indah. Zaman dulu kala. Saat industri belum mengenal kecerdasan buatan. Tapi ini sudah tahun 2020 M.

Maka saya lagi-lagi bercerita tentang masa lalu. Sebab saat masa lalu begitu pahit, tantangannya adalah menemukan celah-celah indah untuk segera direnungi dan dibalik menjadi kebahagiaan. Setidaknya untuk kita seorang.

Nenek pernah mengatakan untuk menabung dan menumpuk pundi-pundi uang. Lalu ajaran itu dilestarikan turun temurun, menjadi sebuah doktrin, kemudian menjadi prinsip hidup, dan akhirnya menjadi mitos dan juga legenda keramat. Sebab jika tidak dipatuhi, anak cucu percaya akan kualat.

Manusia dulu diperbudak jadi romusha. Sebelum itu disuruh kerja tanam paksa. Dan membangun jalan Daendles dari Anyer hingga Panarukan. Lalu sekarang diskriminasi itu berlanjut, dalam realita yang lebih disukai. Yaitu cita-cita jadi kaya.

Manusia diperbudak dengan cita-cita untuk hidup mapan. Maka beberapa berlomba menumpuk harta. Lalu mati dan sakit bahkan sebelum sempat pergi tamasya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun