Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Ip Man, Fast Furious, hingga James Bond

26 Maret 2020   05:13 Diperbarui: 26 Maret 2020   05:14 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padahal kemarin sudah janji pada diri sendiri. Paling tidak seminggu jangan menulis apapun. Seminggu. Ingat ya seminggu... Sabar ya, seminggu... Seminggu enggak lama kok... Cuma  604.800 detik doang. Dan ini bahkan belum satu hari... #$!@@!!!!!!!

Ya sudahlah...

"kamu gak akan merasa lelah melakukan hal yang kamu sukai..." Kalimat ini menjadi sangu. Setelah adegan tonjok sana sini, setidaknya ada sedikit kata-kata bijaknya. Tapi ini bukan film yang bertabur kata-kata motivasi. Ini kan film tentang master wing chun legendaris itu.

Kenapa sih, mereka buat film tentang Ip Man? Tentu saja alasan realistis. Dibalik pria yang sukses ada wanita yang hebat. Eh, bukan itu. Tapi yang ini. Dibalik murid yang hebat pastinya ada guru yang hebat pula. Bruce Lee yang digambarkan sangat cepat itu. 

Sampai-sampai saat dia syuting film harus diedit kembali dengan gerakan slow motion. Saking kamera pada masa itu tak mampu menangkap kecepatan gerak Bruce Lee. Secara, kamera dulu baru 24 fps. Coba dia impor kamera dari masa depan. Tak usah beli kamera mahal, cukup beli hape Xiaomi saja. Buat bikin film. What the hell?

Lalu apa yang istimewa dari film penutup kisah tetralogi ini? Yang kabarnya mau dibikin lanjutan juga? Enggak tahu ding, saya bukan peramal. Sebenarnya kisahnya tak pernah berubah. Dari mulai zaman kretaseus sampai melewati zaman es, hingga zaman pemanasan global seperti sekarang. Benang merahnya sama. Seputar kisah kung fu China yang direndahkan oleh aliran lain. 

Mulai judo, karate, muai thai, dan sebagainya. Yang belum itu pencak silat. Kan bangsa kita bangsa yang beradab, jadi gak ada ceritanya merendahkan bangsa lain. Betul? 

Kungfu China diremehkan, terus semua orang dikalahkan sama antagonis yang gak mati-mati. Kuat banget. Lalu hanya Ip Man seorang yang bisa mengalahkan. Akhirnya terjadi duel seru. Dan Ip Man menang. Kemudian semua bertepuk tangan, dan master tersebut jadi pahlawan. Selesai. Tamat.

Tapi kisah terakhir ini agak lebih gimana, tentunya ada hal baru dan lain dari karya sebelumnya. Film ini mengangkat isu diskriminasi komunitas China di luar negeri. Diselingi sedikit drama tentunya. 

Walaupun gak sampai, dan saya juga gak berharap, bisa banjir air mata. Yah kan penonton ke bioskop pingin lihat aksi bela diri. Jadi itu yang ditonjolkan. Kalau mau lihat adegan berurai air mata, ya download aplikasi viu, terus tontonlah drama Korea.

Saya tak punya kapasitas menilai banyak.  Seandainya saja gak terima dengan review orang lain, tulisan orang lain, gak masalah. Makanya buat review sendiri. Buat tulisan sendiri. Salahmu diam saja... 

Kita udah pada gede semua, jadi bukanlah caranya kalau tak suka lantas jelek-jelekin. Pakai cara yang fair, semisal bikinlah tulisan tandingan. Yang lebih bagus nan berkualitas. Itulah gunanya sekolah sampai perguruan tinggi.

Saya juga gak mau bikin spoiler. Takutnya dimarahin sama yang belum nonton.

Mungkin sutradara, atau produser akan stres saat film pertama mereka sukses. Bukan karena banjir uang dan pujian, lalu dapat hadiah hiburan bisa sambutan di mimbar panggung Oscar. Tapi karena menanggung beban berat segede gaban untuk membuat sekuel yang harus lebih sukses. Membuat film lanjutan yang harus lebih laris. 

Ceritanya harus lebih bagus lagi. Mindset orang sudah terlanjur husnudhon. Wah kemarin film dia hebat dan kece. Besok kalau dia bikin film lagi pasti juga bakalan rame. Aduh rasanya yang begini ini bikin mental sutradara down. Om Joko Anwar, maaf ya om... Saya gak bermaksud sama sekali.

Padahal gak semua film bisa beruntung seperti Fast Furious. Yang panjangnya udah mirip sinetron tersanjung. Atau serial cinta fitri. Bahkan dibikin spin off pula. Dugaan saya, franchise ini gak akan selesai kecuali seluruh tokoh utama sudah menyusul Paul Walker semua. 

Dan jika rumah produksi masih nuntut dibikinin lanjutannya, penulis naskah gak akan kehabisan akal untuk merekrut anak cucu para pemain utama. Menggantikan peran kakek nenek mereka. Upss, sadesss...

Kenapa sih mereka tak berpikir dari awal untuk mengkhususkan film itu jadi mini seri sekalian. Seperti film Steven Spielberg itu. Band of Brother atau The Pacific. Atau seperti Game of Throne. Chernobyl. Biar setidaknya tahu kapan selesainya. 

Gak seperti rasanya jadi fans yang menunggu mood Aoyama Gosho jelek, terus tiba-tiba mengungkapkan identitas bos organisasi hitam. Atau Oda sensei yang tiba-tiba saja karena sudah malas dan suntuk, akhirnya bikin cerita kalau Luffy gak sengaja nemu One Piece di tengah laut. Lagi mengapung gitu. Dan tamat... Bodo amat penonton kecewa, pokok the end lah...

Sejujurnya saya gerah nonton serial Fast Furious. Makin hari makin alay. Karena kemarin-kemarin udah mulai gak puas melawan musuh tank dan helikopter. Tebakan saya, bentar lagi paling musuhnya pesawat tempur. 

Kalau perlu pesawat paling canggih kayak pesawat siluman. Kalau benar-benar itu terjadi, berarti tinggal selangkah lagi film ini akan mengangkat tema dengan musuh alien dan UFO. Pesawat luar angkasa. Balapan di Mars. Nyungsep ke lubang hitam. Gila apa ya, musuh seperti Thanos pun tak bisa mengalahkan trio botak Vin Diesel, Jason Statham, dan Dwayne Johnson. 

Karena power mereka adalah sabda sutradara, tokoh ini kekuatannya punya sembilan nyawa. Gak mati-mati. Mati pun entah gimana bisa hidup lagi. Persis kayak sinetron Indosiar.

Rasis amat sih sama Fast Furious? Kok James Bond gak disinggung sama sekali? Padahal filmnya semua kalau gak salah ada 26. Maaf sih, tapi ini seperti persaingan antara Boeing sama Airbus. 

Ya gak masalah dong kalau saya lebih suka produk Airbus. Bukan karena mereka itu made in Eropa, dan Boeing itu made in Amerika. Tapi karena selera. Dan pesawat Airbus terbukti lebih aman dan efisien. Setidaknya. Airbus tidak rakus seperti Boeing, yang sampai mengakuisisi McDonnell Douglas. 

Film-film James Bond, walaupun banyak tidak pernah membosankan dan monoton menurut saya pribadi. Lebih kreatif seperti Airbus. Dan punya cita rasa.

Ealah, ini mbahas apa sih? Kok jadi ngejulidin om James Wan dan kawan-kawan.

Tapi sudahlah. Film tetaplah film. Yang semata cuma hiburan. Gak mungkin menurut kehendak semua orang. Tak perlu risau dengan jalan cerita yang gak masuk akal. Harus begini begitu. Mereka sudah benar. Seandainya masih ada netizen yang nyinyir, cukup bilang aja sama mereka. Kalau tak suka jangan nonton. 

Kalau punya duit bikinlah film sendiri. Teruslah berkarya para sineas Hollywood... Dan buat admin indoxxi, kapan kamu nongol lagi? Kuota malamku masih banyak dan sudah mau hangus.

22 Februari 2020 M.
Gak penting. Cuma sekedar hiburan dan uneg-uneg gak jelas. Di cuaca sepagi ini...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun