Terpujilah engkau, Allah
Gadis sederhana itu sudah lama terpekur di depan laptop, memandangi tugasnya yang tak kalah menumpuk dengan impiannya. Perempuan yang cukup berani meminta ini-itu pada Tuhannya tanpa malu sedikitpun, malu pada kenyataan yang ada di hadapannya misal.Â
Di pikirannya yang mulai kusut layaknya benang tak tertata hanya menginginkan agar Tuhan selalu berbaik hati menyertainya.
tik.tik.tik.. Hujan kembali bertandang, di bulan Juni.
Seketika fokusnya teralih pada balkon kamarnya yang mulai basah. Puji Tuhan. Hujan selalu membawa semangat baginya dengan caranya sendiri, meski terkadang seringkali ia mengutuk hujan. Ia melepas kacamatanya, sekedar mencari kesejukan yang hujan alirkan pada hatinya. Ternyata hujan sebaik itu hingga menyapanya lebih dahulu, Â lalu perempuan itu mendekati jendela hanya untuk menjawab dan sedikit berbincang dengan hujan.
"Hai hujan, aku tau tiap rintikmu adalah cinta" gadis itu memulai percakapan.
"Hai Alline, Â lama tidak bercengkrama. Apa kabarmu"
"ah aku baik, hanya sedikit terganggu karena rasa yang ingin kubunuh. sengaja aku tidak menyiramnya agar ia kerontang lalu mati."
" dan?"
"Kamu datang menyiramnya dengan sangat baik. Tiap tetesmu membawa wajahnya. aromamu mmebar aromanya. jutaan rintikmu adalah jutaan tentangnya"
"oh maaf. kalau begitu aku pergi"