Mohon tunggu...
Umarulfaruq Abubakar
Umarulfaruq Abubakar Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Universitas Islam Indonesia - Yogyakarta

Saya menulis bukan karena saya pandai menulis, melainkan karena ada yang ingin saya sampaikan. Saya ingin memberi kepada bangsa ini dan berbagi dengan anak-anak negeri walau hanya dalam sebentuk tulisan. Hitung-hitung juga sebagai deposito amal untuk nanti setelah mati. Salam kenal buat semua. Kenalkan (sambil mengulurkan tangan): saya Umarulfaruq Abubakar, asal Modelomo-Boalemo-Gorontalo.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mental Orang Kaya

23 Juni 2010   09:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:20 1838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_175357" align="aligncenter" width="300" caption="orang kaya (http://politikana.com/images/medium/orang-kaya.jpg)"][/caption] Anda tau kawan siapa orang terkaya hari ini? Bukan Bill Gates lagi. Jadi siapa? Dialah Carlos Slim Helu, orang Mexico. Jumlah kekayaannya mencapai $ 53.5 billion menurut Forbes World’s Billionaires.  Kekayaan bersihnya $ 18.5 miliar dalam setahun. Kalo di Indonesia masih Aburizal Bakrie & family dengan kekayaan $5.4 billion. Gimana ya rasanya punya duit sebanyak itu? Menjadi orang kaya memang penting. Ketika kecil dulu Aba saya suka menasehati saya dengan ungkapan: "Jadilah orang kaya, nak" atau "Belajar jadi orang kaya, nak". Nasehat ini hampir selalu di ulang-ulangi untuk mengingatkan saya dan adik-adik bahwa menjadi orang kaya itu penting. Tidak sekedar punya, yang paling penting adalah mempunyai mental orang kaya. Sebab harta itu bukan jaminan. Banyak uang tapi banyak utang. Harta melimpah tapi ditimpa penyakit yang memerlukan banyak pengobatan. Dana besar namun diikuti oleh banyak kebutuhan. Maka Nabi Muhammad punya pandangan yang berbeda tentang kekayaan. Beliau mengingatkan, "Kaya yang sesungguhnya adalah kaya hati". Membangun mental kaya sungguh jauh lebih penting daripada menjadi orang berpunya. Saya perhatikan, paling tidak ada empat kriteria dari kaya hati itu: Pertama, senantiasa bersyukur dengan apa yang ada Hidup adalah anugerah. Diberi kesempatan hidup saja, itu sudah merupakan kenikmatan yang besar. Apalagi ditambah dengan berbagai nikmat yang sangat besar. Barangkali yang membuat orang tidak bersyukur adalah karena dia hidup di dunia konseptualnya yang dipenuhi lilitan keinginan yang tak berujung. Nabi Muhammad bilang bahwa barang siapa yang bangun pagi dalam keadaan aman, sehat wal afiat, dan punya makanan untuk hari itu, maka dia seakan-akan telah dikaruniai dunia dan segala isinya. Sebab inti kenikmatan materi adalah tiga hal itu: keamanan, kesehatan dan ketersediaan makanan. Selama ada kesadaran akan nikmat, selama itu pula ada kesyukuran. Dan selama ada kesyukuran selama itu pula ada kekayaan jiwa. Ukurannya adalah kesyukuran. Bukan melimpahnya kebendaan. Kedua, tidak pernah mengeluh Satu pengeluhan, satu goresan kesusahan baru. Jangan kira orang yang mendengarkan, atau diminta untuk memikul masalahnya, tidak punya masalah. Mungkin masalahnya lebih besar hanya saja mampu dia pikul sendiri. Kalaupun harus bercerita, seharusnya, targetnya adalah ingin berbagi dan mendapatkan solusi, bukan ingin dikasihani. [caption id="attachment_175361" align="alignright" width="200" caption="seperti kran air (http://www.technorama.ch)"][/caption] Ketiga, suka memberi dan tidak pernah meminta Tangan diatas selalu jauh lebih baik dari tangan dibawah. Memberi jauh lebih mulia dari pada meminta. Ini adalah kebiasaan orang kaya yang mesti dilestarikan. Mental kaya adalah mental pemberi, bukan mental peminta-minta, bagaimanapun beragam variasi cara memintanya. Kebiasaan memberi ini perlu dilatih, baik memberikan harta, membagikan ilmu, mengulurkan bantuan atau apa pun yang bermanfaat bagi orang lain. Setiap usaha meningkatkan pendapatan diniatkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pemberian dan persembahan kepada orang lain, serta memperluas jangkauan manfaat. Alangkah mulianya orang yang seperti ini. Keempat, merasa cukup dan tidak mengharapkan apa yang ada pada orang lain. Selama tidak merasa cukup dengan apa yang ada; selama terus berharap pada apa yang ada di tangan orang lain, selama itupula jiwa tetap miskin. Ketersediaan dan kemelimpahan yang ada di hadapan matanya tidak kelihatan karena sibuk memikirkan milik orang lain. 99 kambing tidak dinikmati karena memikirkan 1 kambing milik tetangga. Orang yang tidak merasa cukup selamanya akan miskin dan orang yang ridha dan bersyukur maka dialah orang kaya sesungguhnya. Imam Syafii pernah berpesan "In Kunta dza qalbin qanu'in, fa anta wa malikuddun-ya sawa'u" Bila engkau memiliki hati yang penuh rasa Qana'ah (ridha dan puas dengan karunia) maka engkau dan raja dunia itu sama saja." Inilah kekayaan yang tidak bisa hilang atau dicuri, tidak bisa terbakar atau diambil orang, tidak perlu khawatir dengan inflasi dan deflasi, penipuan atau perampokan, kekayaan yang tak bisa diukur oleh uang. Itulah kaya hati, kaya jiwa. Indah sekali rasanya hidup bila diri ini sudah bisa menjadi orang yang senantiasa bersyukur, tidak pernah mengeluh, selalu memberi, tidak pernah meminta dan merasa Qanaah dengan karunia yang ada, dan tentunya bisa menjadi pembawa manfaat bagi orang lain. Saya pun masih ingin terus belajar. Paling tidak bisa mengamalkan nasehat Aba ketika kecil dulu. Memang penting jadi orang kaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun