Mohon tunggu...
kak dan
kak dan Mohon Tunggu... -

Ketika aku menulis aku yakin\r\nBahwa tanganku akan binasa sedang tulisanku kekal\r\nDan aku tahu bahwa kelak aku pasti ditanya,\r\nAduhai, apakah nanti jawabnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Uangku bukan Uangmu, Mas !

21 Maret 2011   12:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:35 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sudah dua hari ini ia menahan rasa kesal pada suaminya. Bagaimana tidak kesal, uang hasil berdagang kerudung yang dikumpulkan sedikit demi sedikit untuk tambahan 'uang jajan'nya, sudah sebulan ini dipakai suami, "pinjam dulu", begitu awalnya suami berkata, tapi pussssss, sampai sekarang ga kembali. Padahal dia sudah terbayang-bayang ingin beli wajan dua sisi yang kemarin dia lihat di TV. Sebenarnya niatnya sudah baik-baik, beli sendiri dari hasil usaha sendiri, biar suami ga berat, mending ambil dari 'uang jajannya', eh, untungnya luput, modalnya malah ikut. Dan yang bikin dirinya semakin kesal, suaminya seperti tanpa dosa menganggap tak ada apa-apa, bahwa uang istri bukan sesuatu yg harus dikembalikan, sama seperti ketika suaminya memberi uang pada dirinya.

"Kalau sudah jempol ketemu telunjuk, semua bisa berubah dan dirubah."

Dan memang benar. Kalo jempol ketemu telunjuk, alias masalah Uang, semua bisa berubah.
Istri baik-baik bisa jadi mbok galak. Suami yang tenang-tenang bisa pusing tujuh keliling, anak bisa jadi korban damprat.
Kalo jempol ketemu telunjuk sedang lancar, yang tua bisa kelihatan muda yang susah jadi senang, yang jelek jadi 'lumayan', yang tadinya ga enak bisa jadi enak. Yang galak jadi baik, yang sulit jadi mudah, yang pusing jadi enteng kepalanya.
Tapi, kalo pas seret, yang muda bisa jadi tua, keriput mendadak kebanyakan nyureng dan itung-itungan, yang tadinya 'lumayan' bisa jadi lebih parah.

**

Urusan kali ini memang sebenarnya tak terlalu rumit, toh, cuma urusan wajan. Ia sendiri sadar itu, tapi yang membuat kesalnya tak selesai-selesai, suaminya tak pernah ambil pusing, setelah ia melunak, suaminya akan begitu dan begitu lagi.
Dia sendiri bukan pelit. Sebenarnya ia juga sering memberikan sebagian hasil dagang kecil-kecilannya. Memang tidak melulu untuk bayar listrik, atau tagihan air. Bukan sekedar untuk beli pulsa sendiri. Tapi uang 20 ribu bisa jadi bistik enak, bisa jadi makanan sore penyambut suaminya kelelahan pulang kerja, jadi kaos suaminya, jadi pakaian anak-anaknya, jadi wajan dan panci didapurnya, jadi bahan roti, jadi isi kulkas. Tapi, kok suaminya malah sepertinya jadi keenakan, dan malah menyepelekan. Itu yang bikin kesal.

**

"Uang istri itu uang istri",Pak Ustad menjawab pertanyaannya ringan. Kalau uang suami, memang jadi uang istri juga. Soalnya suami itu punya kewajiban menafkahi istri, tapi istri tidak berkewajiban menafkahi suami. Walaupun gaji istri jutaan perbulan, suami tetap wajib memberi nafkah untuk keluarganya. Soal kerelaan istri membantu suaminya, itu lain lagi. Alhamdulillah kalo istrinya pengertian. Tapi,kalo istrinya ga pengertian,ya mau gimana lagi, itu emang kepunyaan dia. Jadi memang beban nafkah itu ada di sampeyan, sebagai lelaki.

Kata guru saya dulu, sepuluh ribu yang kita masukkan ke kotak masjid, sama sepuluh ribu yang kita berikan ke istri untuk nafkahnya dengan ikhlas, lebih besar keutamaannya yang diberikan ke istri, lebih banyak pahalanya.
Dan sebaik-baik kita, lelaki, adalah yang paling baik pada keluarganya.
Istri itu juga sebaiknya diberi uang jajan, semampunya saja. Namanya uang jajan, ya uang untuk istri sendiri, bukan uang yang campur mawur sama perihalnya rumah tangga. Tidak perlu banyak, tapi semampunya saja.
Istri yang haknya dipenuhi, insyaallah akan pangerten dengan sendirinya, ga mungkin ia menuntut macam-macam ke suaminya, yang diluar kemampuan suaminya. Kalau sekali waktu suami benar-benar tak mampu, ia akan benar-benar memahami, dan mengerti, karena biasanya haknya dipenuhi. Bukan sewaktu ada aja ga diberi, apalagi sewaktu ga ada. Dan istri akan lebih pangerten ke suaminya dan mampu sabar, mana mungkin si istri bisa berdiam kalo sampeyan kesusahan?

Jadi ini bukan sekedar urusan wajan. Tapi sampeyan ingat-ingat ya, kalau uang istri itu uang istri, dan kalau namanya pinjam ya dikembalikan, kalau memang tdk mau dikembalikan, ya minta kerelaan istrinya, jadi kan enak.

Diliriknya suaminya, lega ia mendengar nasehat si ustad, suaminya sepertinya juga menerima. Yah, walaupun ia belum tahu suaminya bakal berubah atau tidak, tapi harapnya urusan wajan ini bisa jadi awal perubahan suaminya (dan 'uang jajannya)'. Semoga.

-K&-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun