Mohon tunggu...
Kahfi
Kahfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat wacana sosial, politik, agama, pendidikan, dan budaya

Manusia bebas yang terus belajar dalam kondisi apapun, Jangan biarkan budaya menjiplak ditengah ekonomi yang retak.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ingatan dan Orba Jilid II

22 Agustus 2021   19:56 Diperbarui: 22 Agustus 2021   19:56 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa reaksi yang ditimbulkan oleh rezim "Indonesia Maju" seakan mengingatkan kita tentang hiruk pikuk hasil sengketa pemilihan presiden bulan Juli 2014 silam, yang mana saat itu hampir saja meninggalkan luka yang terdalam bagi rakyat Indonesia selama lima tahun, disebabkan keputusan wakil rakyat yang berada disenayan memutuskan bahwa UU Pilkada disahkan dengan mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah kepada DPRD.

Jum'at,26 September 2014 dini hari menjadi saksi demokrasi yang diterapkan selama 2 periode kepemimpinan SBY adalah produk gagal dari pemilihan yang dilakukan oleh rakyat. Karena, pemerintah melalui Kemendagri dengan sengaja memasukkan RUU Pilkada untuk dibahas dalam sidang paripurna DPR RI guna mendapatkan UU Pilkada yang dapat dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Namun,bukan hasil yang baik melainkan menimbulkan pro-kontra masyarakat di seantero negeri ini. Mulai dari kisruh saat pembahasan di gedung DPR hingga obrolan di dunia maya. Kejadian itu menunjukkan ada sebuah skenario politik yang sedang dimainkan oleh pemerintah dimasa akhir jabatan. 

Hal ini perlu kita lihat secara komprehensif atas kejadian tersebut, pertama, RUU Pilkada yang diajukan sebelum pileg dan pilpres seluruh fraksi menyuarakan bahwa tidak setuju untuk pilkada dikembalikan kepada DPRD, namun yang terjadi pembahasan baru dilaksanakan pasca pilpres dan merubah suara kelompok yang kalah saat pertarungan pilpres dengan menyetujui pilkada dilaksanakan oleh DPRD.

Kedua, Pemerintah secara nyata menganggap pilkada langsung itu adalah produk gagal dengan mengusulkan draf RUU Pilkada kepada DPR RI. Ketiga, Presiden SBY, yang juga ketua umum Partai Demokrat berupaya mengembalikan rezim orba yang telah runtuh, melalui Anggota PD yang "Walkout" secara tidak langsung menyetujui pilkada dikembalikan oleh DPRD.

Ini adalah bagian dari skenario politik yang biasa dilontarkan oleh penguasa untuk mengembalikan simpati publik atas ketidakberhasilan menampung aspirasi rakyat, atau biasa dikenal istilah "mengalah untuk menang".

Dengan WO anggota DPR dari partai demokrat saat itu membuka peluang kemenangan KMP yang menyetujui pilkada dipilih oleh DPRD. Sementara dilain tempat, SBY menyatakan kecewa dengan mengintruksikan DK PD untuk mencari dalang aksi WO dari sidang paripurna yang akhirnya menyetujui UU Pilkada dikembalikan oleh DPRD. Selain itu, beliau sedang mempertimbangkan akan mengajukan gugatan ke MA atau MK untuk UU Pilkada tersebut.

Alhasil, upaya yang dilakukan oleh SBY selaku ketua umum partai sekaligus Presiden adalah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa dirinya mendukung pilkada langsung. Dengan mengeluarkan Perppu No.1/2014 demi mengembalikan pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat, untuk rakyat, dipilih rakyat. Bila perppu tidak dikeluarkan dipenguhujung masa jabatannya, maka label dari rakyat yaitu "bapak pilkada tak langsung" akan tersemat dalam dirinya.

Kembali tentang berbagai  problem yang mulai menyulut aksi dan reaksi dari rezim "Indonesia Maju" tentu mengingatkan kita tentang kepiawaian seorang Jokowi dalam menyusun kekuatan politik hingga penggiringan opini untuk melanggengkan setiap kebijakan yang diinginkan dalam memuluskan program kerjanya. Lihat saja, 1. UU. KPK, 2. UU. Cipta Kerja 3. UU.Minerba 4. UU. Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Penanganan Covid-19, 5. UU. MK.

Kemudian, berbagai reaksi pemerintah serta penegak hukum dalam merespon aksi mural dan poster yang viral oleh masyarakat atau pun mahasiswa, tentu patut ditunggu apakah Jokowi akan benar-benar menjadi bapak Orba Jilid II yang secara sistematis, terstruktur, dan masif dalam mengeluarkan kebijakan tanpa mendengarkan aspirasi dari rakyat lagi. Karena, diketahui bersama saat ini Jokowi sudah masuk periode keduanya yang bisa saja, dengan kekuatan politik yang dimiliki akan menggiring DPR meloloskan perubahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. 

Orba Jilid II

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun