FOTO : KOMPAS/HERU SRI KUMORO                                        Â
Sidang Mahkamah "Kehormatan" Dewan, digelar, disimulasikan di sebuah Panggung kepalsuan, ada pertunjukan dari sirkus politik tanpa rasa malu, apa lagi rasa ber-kepancasila-an, kehormatan adalah kata yang tak perlu lagi disepuh, dijunjung, apa lagi disakralkan, ia tak lebih dari sebuah kata yang kumuh yang tak layak untuk digenggam apa lagi diperjuangkan, di depan publik mereka yang terpilih karena adanya harapan rakyat, kini menjadi manusia pelupa, amnesia terhadap janji, lalu kini berselingkuh di kamar-kamar kepentingan, mereka juga belum sadar, mereka juga belum bercerai dalam nafsu kekuasaan.
Hari itu Senin, 23 Nopember 2015 diruang yang dititipi sebuah kata Kehormatan, Mereka sekumpulan koalisi memperdebatkan apakah sidang itu harus terbuka atau tertutup, Mengajukan pertanyaan apa legal standing Sudirman Said sehingga bisa melaporkan Ketua DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan, saya membayangkan di ruangan itu disesaki perdebatan yang benar-benar subtansial, nyatanya tidak, semua benar-benar disesaki perdebatan karena kepentingan melindungi kawan yang hendak terancam, lalu dimanakah nasionalisme progresif itu mengendap, dimanakah sekumpulan nurani itu tertimbun. pertanyaan yang begitu sungguh sangat tidak subtansial, sederhana bagi kita masyarakat biasa, kenapa anda begitu tidak tegar menghadapi semua itu jika itu bukan sebuah kebenaran, bukankah rasa tentang kebenaran itu akan selalu bergetar entah kepada siapapun, tapi saya membayangkan mata para tuan itu tertutup oleh segala apa yang di inginkannya.
Lalu dimanakah kata kehormatan itu dalam Mahkamah Kehormatan Dewan, saya membayangkan kehormatan itu telah di negosiasikan, diringkus, ia bahkan ditelanjangi menjadi sesuatu tanpa makna, MKD dari Mahkamah Kehormatan Dewan menjadi tempat Melumpuhkan Kehormatan dewan, di tempat itu sebuah parodi nyata nista politik di pentaskan tanpa rasa malu, tapi bukankah memang rasa malu hanyalah milik mereka yang masih beriman dalam berpolitik