Menurut Surat Keputusan Walikota Surabaya No. 64/WK/75 menetapkan bahwa hari jadi kota Surabaya adalah tanggal 31 Mei 1293. Keputusan itu dikeluarkan oleh Soeparno (walikota Surabaya pada masa itu) setelah berdiskusi dengan sejumlah sejarahwan yang ada di Surabaya.
Tanggal 31 Mei adalah momentum Raden Wijaya yang berhasil menaklukkan pasukan Mongol ketika mencoba untuk menguasai tanah jawa setelah berhasil mengalahkan kerajaan Singasari. Nama Surabaya sendiri diambil dari kata "Sura ing Bhaya" yang berarti "keberanian dalam menghadapi bahaya".
Surabaya menjadi salah satu kota terpenting di Indonesia. Dari sanalah beberapa sejarah Indonesia dimulai. Mulai dari penyebaran agama islam melalui dakwah wali songo, yang dimana pemimpinnya pada saat itu adalah Raden Rahmat atau Sunan Ampel memulai dakwahnya dari kota Surabaya. Dari situlah kader-kader penggerak dakwah nusantara mulai disebar melalui pesantren Ngampeldenta yang diasuhnya.
Sistem penguatan kekerabatan dengan penguasa-penguasa di daerah pada waktu itu, penyebaran ajaran islam wali songo menjadi penyebaran islam yang paling efektif dan efisien di nusantara sampai saat ini.
Bapak revolusioner Indonesia, presiden pertama Republik Indonesia Ir. H. Soekarno juga dilahirkan di kota Rujak cingur tersebut. Dengan nama kecil Koesno Sosrodihardjo, Sosok kecil yang lahir dari pasangan Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai dijuluki sang "poetra fajar" oleh sang ibu.Â
Dijuluki poetra fajar karena lahir bersamaan dengan terbitnya fajar pada masa itu. Pencipta lagu Indonesia Raya yang merupakan lagu kebangsaan indonesia yaitu Wage Rudlof Supratman juga dimakamkan di Surabaya meskipun beliau dilahirkan di jatinegara, Purworejo, Jawa Tengah.
Menyebut nama Surabaya selalu mengingatkan kita kepada julukan kota tersebut, kota pahlawan. Julukan ini populer setelah kota surabaya berhasil memepertahankan kedaulatan negara Indonesia yang pada waktu itu dibombardir oleh tentara sekutu dari Inggris pimpinan A.W.S. Mallaby.Â
Sebanyak ribuan tentara inggris tewas dan ratusan lainnya terluka. Tanpa ada rasa minder atau pengecut, para pejuang yang bermodalkan senjata lucutan dari jepang dan senjata tradisional mampu memukul mundur tentara sekutu untuk "balik kandang".
Di era milineal kali ini surabaya dipimpin walikota nyentrik Tri Rismaharini. Walikota asli penduduk surabaya ini melakukan banyak terobosan yang seakan kembali mengingatkan kepada dunia bahwa Surabaya masih ada. Beberapa penghargaan bergengsi level nasional maupun level internasional diraihnya setelah dirinya menjabat sebagai walikota Surabaya.
Beberapa penghargaan tersebut antara lain : Kota terbaik se-Asia Pasifik versi citynet, taman bungkul sebagai taman terbaik se-Asia yang diberikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tata kota terbaik se-ASEAN, dan futureGov award, berhasil risma persembahkan untuk menunjukkan Surabaya di mata dunia.
Hari ini, 31 Mei 2018 Surabaya merayakan hari jadi yang ke-725 tahun. Saya berharap semoga semangat juang para pahlawan masih mendarah daging di dalam jiwa arek-arek Suroboyo yang terkenal mempunyai militansi yang kuat terhadap daerahnya. Meski pada pertengahan Mei lalu terjadi aksi terorisme di beberapa tempat, tapi Surabaya tetaplah Surabaya tidak takut apapun kecuali Tuhan yang Maha Esa. Salam satu nyali, Wani!
