Mohon tunggu...
Anim Kafabih
Anim Kafabih Mohon Tunggu... Dosen - Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro

Tempat belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Investasi dan Angka Kemiskinan yang Menurun

8 Agustus 2019   19:41 Diperbarui: 8 Agustus 2019   19:58 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image source : Introduction to Investment, Levy and Post

Tiap negara memiliki permasalahan yang sama dalam pembangunan ekonomi, yaitu bagaimana mengatasi kemiskinan dengan cara menurunkannya pada persentase yang sekecil mungkin. Jika peningkatan investasi, yang merupakan rencana pemerintah Indonesia untuk 5 tahun ke depan, mampu membuka lebih besar lapangan kerja maka akan semakin besar output yang dihasilkan, sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi.

Ekonomi yang terus bertumbuh dapat dijadikan salah satu tolok ukur adanya pembangunan ekonomi yang mana salah satu indikatornya adalah penurunan tingkat kemiskinan.

Selama 12 tahun lebih 3 bulan sejak tahun 2007 hingga Maret 2019, BPS mencatat bahwa kemiskinan Indonesia telah turun sebesar 3,11%. Jika dbandingkan dengan beberapa negara tetangga, World bank mencatatkan bahwa besaran penurunan di Malaysia sebesar 4,7% (2002 hingga 2015) Thailand  13,3% (2006 hingga 2016), sedangkan Myanmar turun hingga 16,1% (2005 hingga 2016).

Meskipun kondisi sosio-politik berbeda-beda pada tiap negara, namun perlu kiranya untuk memikirkan penyebab utama rendahnya besaran penurunan kemiskinan di Indonesia dibanding beberapa negara tetangga dan bagaimana investasi diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Penyebab Kemiskinan
Menurut hemat penulis, ada tiga penyebab utama besaran penurunan kemiskinan di Indonesia memiliki persentase yang relatif kecil. Pertama, dapat dilihat dari koefisien gini. Laporan BPS menunjukkan bahwa koefisien gini Indonesia berada pada level 0,382 per Maret 2019, yang artinya sebanyak 1% dari populasi menguasai 38,2% total pendapatan nasional Indonesia.

Berdasar kriteria yang diberikan Todaro dan Smith (2011), level tersebut dapat digolongkan kedalam relatively unequal distribution. Pendapatan yang tak merata tentunya menjadikan kemiskinan akan terus ada. Ditambah lagi, penurunan koefisien gini dalam 1 tahun ini juga sangatlah kecil (0,7%).

Untuk dapat menurunkan secara signifikan distribusi pendapatan, membuka lapangan pekerjaan sebesar mungkin merupakan salah satu kuncinya. Pada titik ini, investasi yang tepat sasaran sangatlah diperlukan,terutama investasi langsung di sektor riil.

Investasi yang diarahkan pada pembangunan infrastruktur penghubung antar satu kawasan ke kawasan lain akan mendorong peningkatan internal maupun eksternal economics of scale yang ditandai dengan turunnya biaya produksi. Hal ini akan meningkatkan profit sehingga akan ikut menarik para investor untuk  perluasan lapangan kerja baru yang diharapkan akan meningkatkan lapangan kerja.

Sebab kedua kemiskinan dapat dilihat dari MPI (Multidimensional Poverty Index). Berdasar laporan perhitungan MPI Indonesia yang dikeluarkan oleh Oxford Poverty and Human Development Initiative (OPHD) tahun 2017, permasalahan yang paling tinggi nilainya adalah kematian anak dan kurangnya nutrisi. Tak heran jika salah satu visi presiden Jokowi adalah meningkatkan pembangunan sumber daya manusia dengan cara memberikan jaminan kesehatan untuk ibu hamil, bayi, balita, dan anak sekolah.

Amartya Sen pernah menjelaskan bahwa kemiskinan bukanlah berbicara tentang persoalan kekurangan uang, tetapi berbicara tentang nihilnya kapabilitas untuk dapat meningkatkan potensi terhebat seseorang sebagai seorang manusia (Executive summary calculation MPI Indonesia 2012-2014). Hal itu sesuai dengan visi Presiden Jokowi yang berupaya untuk meningkatkan kapabilitas seseorang dengan meningkatkan kualitas pendidikan melalui vocational training, vocational school, dan juga pembangunan manajemen talenta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun