Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Duel dengan Beruang Lapar

3 April 2021   08:00 Diperbarui: 3 April 2021   08:01 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baca Juga :  Misteri Kematianmu Sehari Setelah Kita Menikah, Akhirnya Terjawab Sayang!                        

Entah berapa lama aku tertidur dibawah pohon karet itu, aku terbangun gara-gara kakiku yang terselonjor seperti tertimpa benda yang besar dan berat sekali, hingga aku merasa kesakitan dan akhirnya terbangun.

Betapa terkejutnya aku, begitu mataku benar-benar terbuka sempurna dan nyawaku juga telah benar-benar terkumpul, tepat dihadapanku dan sekarang tengah menginjak kedua kakiku, tapi berdirinya agak sempoyongan seekor beruang jantan dengan tubuh tinggi besar kira-kira dua meteran, tengah menatapku dengan cakar-cakar dan taring tajamnya yang telah pula siap merobek dadaku!

Perlahan-lahan aku mencoba meraih mandau yang terikat di pinggang kiriku dengan mataku tetap tidak berkedip menatap si beruang yang beberapa bagian tubuhnya terlihat meneteskan darah. 

Duel dengan siapa beruang ini bisa sampai terluka parah? Saat itulah, tiba-tiba aku teringat dengan abah yang istirahat di pondok karena masih demam. Jangan-jangan ... 

"Abaaaaaaaaaaaaaah ...!" Demi teringat abah, spontan aku berteriak sekencang-kencangnya  sambil menghentak tubuh untuk melepaskan injakan dua kaki beruang yang beratnya kira-kira setara empat sak semen itu. 

Luar biasanya, atas kuasa-Nya, beruang madu raksasa itu ternyata justeru tumbang dihadapanku, mungkin karena kehabisan darah akibat beberapa mata luka yang terlihat menganga dibeberapa bagian tubuhnya. Beruang jantan itu jatuh tersungkur dihadapanku dengan mengeluarkan bunyi bedebum.

pondok di tepi hutan | sosok.grid.id
pondok di tepi hutan | sosok.grid.id

Begitu lepas dari injakan si beruang, aku langsung lari secepat-cepatnya menuju pondok sambil memanggil-manggil abah. "Kenapa tidak ada jawaban!?" Gumamku dalam hati.

"Astaghfirullah, abah ... abaaaaah!" Kudapati tubuh abah juga bersimbah darah, tergeletak di belakang pintu. Meskipun beliau tidak sadarkan diri, tapi napas dan denyut nadi sidin masih ada, meskipun sepertinya terus melemah.

Melihat seisi ruangan pondok yang berantakan dan berhamburan, bahkan meja makan dan kursinya sampai terbalik dan patah di beberapa bagian, termasuk menghamburkan sisa-sisa perbekalan kami kemarin sore, sepertinya baru saja terjadi pertarungan hebat di tempat ini. 

Syukurnya, setelah kupindahkan ke tilam tempat istirahat dalam pondok, secara perlahan sidin mulai sadarkan diri, darah segar dari beberapa mata luka akibat cakaran beruang di bagian kepala, dada, punggung dan bekas gigitan di lengan juga di beberapa bagian tumit dan pangkal kedua paha, juga sudah tidak mengucur lagi setelah kututup dengan ramuan tradisional khas kampung kami dari bahan daun-daunan hutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun