Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memetik dan Merawat "Pohon Kelapa" yang Ditanam Pak Tjip dan Ibu Rose di Kebun Kompasiana

14 Januari 2021   14:50 Diperbarui: 17 Januari 2021   07:54 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebun Kelapa | GoodNewsFromIndonesia.id

Beberapa hari yang lalu, saat si sulung, Raihan berkesempatan bulik kampung alias pulang kampung ke rumah karena gagang kacamatanya patah, sehingga harus diganti di optik langganan keluarga kami di Pasar Kujajing, Kota Banjarmasin, saya sempatkan untuk mengajaknya singgah di kedai lontong tampusing, khas Banjarmasin yang ada di bagian pojok Pasar.

Berempat, kami memilih duduk di bangku kosong dekat jendela yang terlihat lebih nyaman dari lainnya.  Selain saya, Raihan dan Rabbani, adiknya si Raihan yang kebetulan lensa kacamatanya juga minta di upgrade, ikut juga si-Rusli, kawan karib Raihan di pondok pesantren yang asli Boyolali. Kami memesan kuliner legendaris khas Banjar yang selalu bikin karindangan  alias ngangeni siapa saja yang pernah mencobanya ini.

Belum tiga suap menikmati sajian lontong berkuah santan dengan lauk kepala ikan haruan atau ikan gabus (Channa striata) yang dimasak dengan bumbu masak habang khas masyarakat Banjar tersebut, tiba-tiba si Raihan minta dibuatkan seporsi lagi sajian yang sama kepada acil atau bibi penjaga warung. Melihat tingkah sang kakak, Rabbani yang juga lagi asyik menikmati sajian lontong dengan lauk daging masak habang menyahuti,

Baca Juga :  Sarapan Lontong Tampusing Ma Haji, Kuliner "Bahari" Khas Banjarmasin

"Umaaai kakak, dasar lapar kah, handaaaak kah?" (Waaaah kakak, memang lapar atau doyan?)

"Biasa dik, di pondok nggak ada menu ini", Sahut Rusli dengan logat Jawanya yang kental. 

"Nyaman banar kuah santan ulahan sidin, kepala haruaannya makinnnnya lagi!" (Enak banget sayur kuah santan buatan beliau, apalagi kepala ikan gabusnya!) Jawab si  Raihan dengan santainya sambil terus menyantap potongan-potongan lontong dari piringnya.

Saya yang saat itu juga menikmati sajian lontong tampusing dengan lauk telur itik kesuakaan saya, hanya tersenyum mendengar oboralan dua jagoan saya yang memang jarang bertemu dan saya sangat memaklumi tingkah si Sulung, Raihan yang tiga tahun terakhir lebih memilih mondok di sebuah pondok pesantren di kabupaten tetangga yang terbiasa makan dengan sistem katering dengan menu nasional, sehingga sangat jarang bertemu dengan makanan-makanan tradisional Banjar, seperti lontong tampusing ini.

Lontong Tampusing | @kaekaha
Lontong Tampusing | @kaekaha

Mendengar pernyataan si Raihan yang kenyamanan atau keenakan dengan masakan nangka muda berkuah santan teman menyantap lontong tampusing, tiba-tiba saya teringat dengan jalan panjang mengolah masakan yang sekarang kami santap, khususnya bahan santannya yang berasal dari buah kelapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun