Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - 2020 Best in Citizen Journalism

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mereduksi "Kebiasaan Anthropogenic", Pemicu Bencana Banjir di Sekitar Kita

12 Januari 2021   23:00 Diperbarui: 13 Januari 2021   09:11 1331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Mengarungi Banjir Menggunakan Rakit Ban | AFP 

Urbanisasi yang tidak terkendali jelas menyebabkan ruang huni di perkotaan terus bertambah, sehingga terjadi betonisasi masal untuk pemukiman yang berakibat semakin minimnya ruang serapan air, hingga beban sungai untuk membawa air ke laut menjadi bertambah. 

Begitu juga efek samping dari deforestasi, dan aktivitas pertanian-perkebunan skala besar yang berdampak pada semakin menurunnya kesuburan tanah, sehingga menyebabkan semakin minimnya tegakan pokok yang bisa tumbuh subur sekaligus sebagai penyerap dan penyimpan air dalam tanah yang efektif.

Intinya, khusus untuk kebiasaan anthropogenic skala besar ini sangat berhubungan dengan perencanaan dan tata ruang wilayah yang pastinya memang domain institusi pemerintahan dan akuntabilitas publik yang kuat untuk mereduksinya, karena perlu power yang sangat besar untuk bisa mereduksi dengan hasil maksimal.

Buang Sampah Sembarangan | jurnalmediaindonesia.com
Buang Sampah Sembarangan | jurnalmediaindonesia.com

Untuk kebiasaan anthropogenic skala kecil atau individual, salah satu yang paling lazim dan familiar adalah kebiasaan buruk kita suka membuang sampah sembarangan. 

Kebiasan buruk dan tidak beradab yang dianggap sepele ini sebenarnya merupakan salah satu ironi terbesar dari perbuatan manusia, sosok makhluk yang berakal budi, makhluk yang diciptakan paling sempurna dibanding makhluk lainnya oleh Sang Khalik. Apa sih susahnya membuang sampah di tempat yang semestinya? 

Fakta berikutnya adalah semakin sempitnya area lahan resapan air. Andil dari kebiasaan anthropogenic kita cukup besar disini. Salah satunya adalah dengan membangun bangunan dengan cara diuruk secara masif, apalagi jika ditutup dengan semen permanen, khususnya di lahan resapan seperti rawa, bantaran sungai, persawahan dan ruang terbuka lainnya. Celaka lagi, jika fakta semakin sempitnya area resapan ini tidak didukung oleh sistem drainase yang mumpuni.

Bersyukurnya di Kota 1000 Sungai yang lahannya didominasi oleh perairan darat berupa rawa dan sungai sejak dulu sudah berlaku peraturan daerah rumah panggung yang mensyaratkan semua bangunan yang dibangun di seluruh wilayah Kota Banjarmasin wajib menerapkan konsep rumah panggung tanpa uruk, sehingga sebagian besar lahan perumahan masih bisa berfungsi sebagai area resapan.


Jadi, sudap siap mereduksi semua kebiasaan anthropogenic kita? 

Setidaknya, dengan upaya mereduksi satu penyebab bencana banjir yang memang bisa kita kendalikan dalam skala individu dengan sungguh-sungguh.

Kita sudah berusaha mengurangi potensi terjadinya bencana banjir di sekitar kita dan bukan tidak mungkin, apa yang kita lakukan akan memantik kesadaran kolektif, sehingga juga akan menginspirasi semua stake holder yang berkepentingan dengan kebiasaan anthropogenic untuk bergerak dan bertindak sesuai porsinya berupaya mencegah bencana banjir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun