Puluhan Ton Ikan Budidaya Mati di Sungai Martapura
Kematian massal puluhan ton ikan berbagai jenis yang dibudidayakan oleh petani keramba apung di DAS Sungai Martapura, Kelurahan Banua Anyar, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin sejak Kamis (3/10/2019) lalu, merupakan sinyal sekaligus bukti kuat adanya masalah akut terkait pengelolaan DAS Sungai Martapura yang selama ini juga menjadi sumber air baku utama PDAM Bandarmasih, Kota Banjarmasin.Â
Tragedi kematian masal ikan di Banua Hanyar tahun ini, merupakan kejadian terburuk dalam siklus tiga tahun terakhir. Akibatnya, kerugian besar para pembudidaya jala apung yang mencapai milyaran rupiah jelas mengancam keberlangsungan usaha mereka. Mereka berharap pemerintah turun tangan untuk membantu "menyelesaikan" permasalahan laten yang konon selalu menghantui para pembudidaya ikan di Banua Hanyar setiap kemarau datang.
Penyebab Kematian Ikan
Ada beberapa dugaan terkait penyebab matinya puluhan ton ikan tersebut. Masyarakat Kelurahan Banua Anyar yang juga para pemilik budidaya jala apung meyakini karena semakin tingginya kadar garam di Sungai Martapura akibat intrusi air laut yang setiap bulan kemarau jangkauannya selalu naik sampai ke hilir.Â
Hipotesis berbeda disampaikan oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Banjarmasin Lauhem Mahfuzi, seperti dikutip dari kalsel.prokal.co menduga penyebabnya adalah air limbah akibat aktivitas transportasi batubara kiriman dari kabupaten tetangga, Barito Kuala.
Dasar dari hipotesis ini adalah kejadian yang sama di Margasari Kabupaten Tapin yang juga mempunyai akses koneksi dengan Sungai Barito di wilayah Kabupaten Barito Kuala.
Secara teori, Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, kadar garam (salinitas) perairan, pergerakan air dipermukaan air, luas daerah permukaan perairan yang terbuka, tekanan atmosfer dan persentase oksigen sekelilingnya.
Menurut Kasi Produksi Perikanan, DKP3 Banjarmasin, Sulaiman seperti dikutip dari Banjarhits.id menyebut, saat pengecekan dissolved oxygen (DO) di Sungai Martapura, Kelurahan Banua Anyar, hanya berada di angka dua, sangat jauh dari ambang minimal di angka 10.Â
Selain itu, situasi semakin diperparah oleh tingginya kepadatan ikan dalam dalam jaring apung yang ditebar petani, yaitu sekitar sempat ribu ekor pada penampang jaring berukuran 2 x 3 meter dan yang tidak kalah penting adalah faktor pakan ikan yang berasal dari limbah peternakan seperti usus ayam yang di bulan kemarau tidak bisa dikonsumsi secara maksimal oleh ikan, khususnya jenis ikan bawal sehingga menumpuk di dasar jaring dan akhirnya justeru mencemari air sungai.
Selain berdampak pada kerugian materi yang mencapai miliaran rupiah, kematian puluhan ton okan budidaya jaring apung di Banua Hanyar juga menyebabkan dampak lingkungan yang lumayan serius. Bangkai ikan yang jumlahnya tidak sedikit tersebut mulai membusuk dan menimbulkan bau menyengat yang sangat mengganggu.Â
Selain merasa kewalahan untuk mengevakuasi bangkai ikan yang jumlahnya puluhan ton, sepertinya ada juga pembudidaya ikan yang frustasi dan membuang bangkai-bangkai ikan busuk tersebut di alur aliran Sungai Martapura, sehingga mengganggu aktivitas masyarakat sekitar.
Padahal seperti kita ketahui, Sungai Martapura sebagai urat nadi kehidupan masyarakat Kota Banjarmasin dan sekitarnya merupakan sumber utama penopang kebutuhan air sehari-hari masyarakat, baik untuk mandi, cuci bahkan untuk dikonsumsi! Lha kalau sungainya penuh dengan bangkai ikan busuk, kira-kira bau dan rasa airnya seperti apa ya?