Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Unik, Cara Orang Toraja Memakamkan Jenazah

20 Desember 2012   10:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:18 10918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang itu, di salah satu kecamatan di Toraja Utara, seorang kawan asal Makassar yang baru memulai debutnya sebagai Koordinator Statistik Kecamatan (petugas pengumpul data) bertandang ke sebuah rumah yang penghuninya terpilih sebagai sampel salah satu survei rutin BPS. Dia hendak mewawancarai kepala keluarga penghuni rumah tersebut.

Kedatangannya siang itu disambut dengan ramah oleh seorang anak muda (salah satu anggota keluarga). Karena yang hendak ditemuinya adalah kepala keluarga, tanpa berpanjang kata dia kemudian bertanya untuk memastikan bahwa yang hendak diwawancarai ada di tempat siang itu. Maka, kepada anak muda yang menyambutnya dia pun bertanya, “Bapak, ada di rumah?”. “Ada, di dalam”, jawab pemuda tersebut sembari menunjuk ke arah sebuah kamar tidur yang pintunya sedang terbuka.

Syahdan, bukannya gembira—karena bakal segera mewawancarai responden—yang dirasakan kawan saya siang itu. Justru sebaliknya, dia malah terkesiap dan segera diselimuti rasa takut serta perasaan horor yang luar biasa. Betapa tidak, yang ditunjukkan kepadanya adalah mayat seorang lelaki yang telah meninggal lebih dari setahun yang lalu. Mayat tersebut belum juga dikuburkan karena upacara pemakaman (rambu solo)—yang menelan biaya hingga ratusan juta bahkan miliaran rupiah itu—belum bisa dilangsungkan oleh keluarga yang ditinggalkan.

Potongan cerita di atas adalah kisah nyata tentang bagaimana uniknya orang Toraja di Sulawesi Selatan dalam memperlakukan jasad anggota keluarga yang telah meninggal. Bayangkan, bagaimana jadinya jika ada anggota keluarga kita yang meninggal dunia, kemudian disemayamkan di dalam rumah selama berbulan-bulan bahkan hingga lebih dari setahun lamanya. Mungkin biasa saja bagi orang Toraja, tapi saya yakin pasti tidak bagi kita yang bukan orang Toraja.

Tak hanya saat disemayamkan selama menunggu upacara pemakaman, cara orang Toraja dalam memakamkan mayat, boleh dibilang, juga sangat unik. Kata-kata menguburkan atau mengebumikan mayat nampaknya tidak cocok untuk orang Toraja. Pasalnya, di Toraja, mayat tidak dimakamkan di dalam liang tanah. Tapi, pada dinding batu yang dilubangi, batang pohon, gua-gua, ceruk pada tebing curam, atau bangunan khusus yang didirikan untuk menaruh peti mati. Tidak heran kalau kemudian Toraja terkenal dengan wisata makamnya.

Saat berpelancong ke Rantepao, Toraja Utara, minggu lalu, saya sempat mengunjungi beberapa tempat yang menjadi lokasi pemakaman orang Toraja, yakni Kete Kesu, Londa, dan Kalimbuang Bori’.

Kete Kesu merupakan lokasi pemakaman yang paling tua di Toraja. Konon, peti-peti mati (erung dalam bahasa Toraja) serta tulang belulang dan tengkorak di Kete Kesu umurnya telah mencapai ratusan tahun. Anda yang tidak biasa dengan nuansa horor serta menyaksikan tengkorak dan tulang belulang manusai –asli—berserakan begitu saja sebaiknya jangan mengunjungi Kete Kesu jika ingin nyenyak dan tidak bermimpi yang bukan-bukan saat tidur di malam hari.

[caption id="attachment_230613" align="aligncenter" width="622" caption="Tengkorak manusia berjejer rapi di atas peti mati (erung). Konon, tengkorak-tengkorak tersebut dan peti matinya sudah berumur ratusan tahun (dokumentasi pribadi)."][/caption] [caption id="attachment_230614" align="aligncenter" width="622" caption="Tulang-belulang di dalam erung yang umurnya sudah ratusan tahun."]

13559973571602559468
13559973571602559468
[/caption]

[caption id="attachment_230623" align="aligncenter" width="622" caption="Tulang belulang berserakan di Kete Kesu."]

1355997983831625620
1355997983831625620
[/caption]

Nuansa horor akan kian terasa jika Anda mengunjungi Londa. Boleh dibilang, suasana angker sudah terasa sejak kita memasuki gapuranya. Di Londa, sebagian besar mayat disemayamkan di dalam gua. Di sana, Anda  dapat menjajal nyali dengan masuk ke dalam gua yang gelap—dengan ditemani seorang pemandu tentunya—untuk melihat langsung peti mati (beberapa di antaranya baru berumur beberapa bulan) serta tengkorak dan tulang belulang yang memenuhi sudut-sudut gua. Ada yang menarik dari sekian banyak batok kepala yang tampak berserakan di dalam gua, yakni sepasang batok kepala yang konon katanya berasal dari jenazah dua sejoli yang mati gantung diri karena keduanya dilarang menikah lantaran masih memiliki hubungan darah (sepupu satu kali). Begitulah, kisah tragis percintaan ala Romeo dan Juliet yang berujung pada kematian nampaknya juga dapat dijumpai di Londa. Yang juga menarik adalah adanya beberapa peti mati (nampaknya satu keluarga) yang ditempatkan dalam sebuah ceruk yang terdapat pada tebing yang terjal dan tinggi (mencapai puluhan meter dari tanah).

[caption id="attachment_230615" align="aligncenter" width="622" caption="Kawasan pemakaman Londa."]

13559974611313160210
13559974611313160210
[/caption] [caption id="attachment_230616" align="aligncenter" width="622" caption="Tumpukan peti mati dan tengkorak manusia di sudut-sudut goa."]
13559975141477323444
13559975141477323444
[/caption] [caption id="attachment_230617" align="aligncenter" width="622" caption="Tengkorak dua sejoli yang mati gantung diri."]
1355997593888609822
1355997593888609822
[/caption] [caption id="attachment_230618" align="aligncenter" width="466" caption="Tumpukan peti mati di dalam ceruk tebing yang berada di ketinggian."]
1355997648610750113
1355997648610750113
[/caption]

Jika Anda tidak cukup bernyali menghadapi suasana horor, kompleks megalitik Kalimbuang Bori’ bisa menjadi pilihan untuk melihat uniknya cara orang Toraja dalam memakamkan mayat. Berbeda dengan Kete Kesu dan Londa, suasana horor tidak terlalu terasa di Kalimbuang Bori’. Di sana, nuansa yang lebih terasa adalah kebudayaan megalitiknya.  Di Kalimbuang Bori’, mayat dimakamkan pada lubang yang dipahat pada batu-batu besar. Satu lubang biasanya untuk satu keluarga. Di sana, Anda juga dapat melihat langsung pohon yang batangnya digunakan sebagai tempat memakamkan bayi yang meninggal dunia.

[caption id="attachment_230619" align="aligncenter" width="622" caption="Nuansa megalitik di Kalimbung Bori"]

1355997769894598059
1355997769894598059
[/caption] [caption id="attachment_230620" align="aligncenter" width="622" caption="Lubang-lubang pada batu besar yang digunakan sebagai makam keluarga."]
13559978321176350315
13559978321176350315
[/caption] [caption id="attachment_230622" align="aligncenter" width="466" caption="Makam bayi."]
1355997904621018436
1355997904621018436
[/caption] Jika Anda penasaran, silahkan berkunjung ke Toraja.(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun