Mohon tunggu...
Kadir Ruslan
Kadir Ruslan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS di Badan Pusat Statistik. Mengajar di Politeknik Statistika STIS. Sedang belajar menjadi data story teller

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Petani Kita di Ambang Kepunahan?

26 Juni 2018   06:11 Diperbarui: 29 Juni 2018   05:05 2995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Musim kemarau yang panjang memaksa para petani tanaman padi mengalihkan garapannya ke tanaman bawang. Eko Cahyono merupakan salah satu yang memilih opsi ini. Bersama dengan rekannya sesama warga Limbangan, Eko menggarap lahan seluas 1 hektar untuk ditanami bawang dengan modal Rp 30 juta hasil pinjaman. Gambar diambil pada Selasa (18/8/2015). (Foto: ARI PRASETYO/Kompas.com)

Hasil Survei Struktur Ongkos Usaha Tani Padi tahun 2017 (SOUT 2017) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini mengungkap sejumlah fakta miris terkait usaha tanaman padi di Tanah Air. 

Profil petani padi kita kian mengkhawatirkan karena didominasi oleh generasi tua dan berpendidikan rendah. Alhasil, inovasi di sektor pertanian tanaman pangan, khususnya padi, dihadapkan pada tantangan yang kian berat, yakni daya dukung sumber daya manusia yang lemah.

SOUT 2017 memotret struktur ongkos usaha tanaman padi secara nasional. Selain informasi ini, survei ini juga mengumpulkan sejumlah informasi tambahan terkait profil petani padi Tanah Air dan kegiatan budidiaya yang mereka lakukan, seperti kendala usaha, penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan), dan penguasaan lahan pertanian.

Apakah petani untung?
Hasil survei menunjukkan bahwa nilai produksi yang diperoleh dari membudidayakan tanaman padi sawah seluas satu hektar rata-rata mencapai sekitar Rp18,5 juta per musim tanam. Sementara ongkos produksi yang dikeluarkan untuk nilai produksi tersebut mencapai Rp13,6 juta.

Itu artinya, rata-rata pendapatan yang diperoleh dari membudidayakan satu hektar tanaman padi sawah sebesar Rp5 juta per musim tanam atau sekitar Rp1,4 juta per bulan (asumsi budidaya padi selama tiga setengah bulan).

Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: Badan Pusat Statistik
Patut diperhatikan, ongkos produksi sebesar Rp18,6 juta juga mencakup perkiraaan biaya untuk faktor produksi milik sendiri (contoh: sewa lahan pertanian dan alsintan milik sendiri) dan ongkos input produksi yang diperoleh tanpa harus membeli. Jika semua komponen biaya ini dikeluarkan dari perhitungan, total keuntungan yang diperoleh bisa mencapai Rp8-9 juta per hektar per musim tanam.

Keuntungan yang nampaknya boleh dibilang lumayan. Tapi tunggu dulu. Faktanya, sebagian besar petani padi kita merupakan petani gurem dengan penguasaan lahan sawah kurang dari setengah hektar. Dengan lahan garapan seluas ini, bisa dibayangkan seberapa besar keuntungan yang bisa diperoleh dari membudidayakan tanaman padi, tentu saja sangat kecil dan boleh jadi buntung alias merugi. 

Kondisi ini kian diperparah dengan distribusi penguasaan lahan yang sangat timpang. Hasil perhitungan INDEF dengan menggunakan hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa rasio Gini penguasaan lahan pertanian mencapai 0,64. Angka ini sejatinya memperlihatkan bahwa sebagian besar lahan yang ada dikuasai oleh segelintir "petani".

Struktur ongkos budidaya padi sawah menunjukkan sebagian besar biaya produksi dialokasikan untuk tenaga kerja dan jasa pertanian, yang mencapai Rp6,6 juta rupiah per hektar per musim tanam atau mencakup sekitar 48,8 persen dari total biaya produksi. Hal ini memperlihatkan bahwa usaha tanaman padi di Tanah Air cenderung bersifat padat karya. 

Sementara itu, pengeluaran input produksi yang berkontribusi cukup signifikan terhadap total ongkos adalah biaya pupuk yang mencapai Rp1,3 juta (9,43 persen) per hektar per musim tanam. Hal ini mengkonfirmasi bahwa subsidi pupuk dibutuhkan oleh petani kita untuk menakan biaya produksi.

Tua dan berpendidikan rendah
Tampaknya, akses terhadapa lahan yang sulit dan keuntungan ekonomi yang tidak terlalu menggairahkan inilah yang menjadi penyebab utama regenerasi petani kita jalan di tempat. Budidaya tanaman padi tak lagi menarik bagi generasi muda dan kian ditinggalkan. Tidak mengherankan jika mereka yang bergelut dalam budidaya tanaman padi sawah memiliki profil yang jauh dari ideal (generasi tua dan berpendidikan rendah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun