Mohon tunggu...
Kacong Tarbuka
Kacong Tarbuka Mohon Tunggu... Media -

Hidup di tengah masyarakat agamis-kontekstualis membuat saya harus banyak belajar pada realitas. Terlalu banyak orang yang gampang mengkafirkan sesama, dan jarang orang yang bisa mengakui kesalahan, khususnya dalam perjalanan beragama. Mencari ketenangan dengan menulis, berkarya, serta mengangkat ketimpangan sosial menjadi bermartabat. Salam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesona Warung Kopi

29 Maret 2017   01:48 Diperbarui: 29 Maret 2017   10:00 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara warung kopi, memang tak lepas dari kawula muda. Tempat nongkrong yang bagus, elastis, dan penuh dengan suasana kesederhanaan dibanding dengan ngopi di Mall. Terkesan elit, tapi miskin makna.. 

DI SURABAYA warung kopi selain menjadi sumber kehidupan, juga menjadi life style (gaya hidup). Seakan warung kopi mencidrai pesona Nasi Padang. Padahal, dalam sejarahnya Nasi Padang merupakan warung nasi yang ramai pengunjung, tapi kali ini nasi padang ditinggal jauh dipecundangi oleh warung kopi. Ibarat main bola kasti, nasi padang kalah telak. Baik dari segi tempat, rasa, dan tentunya khasiat. Nasi padang yang desainnya itu-itu aja, mulai dimurkai pelanggan, selain tempatnya klasik, rasnya pun tak berubah. Statis. Akbibatnya pula masih sama, yakni kolesterol.

Bagi mahasiswa, atau yang sudah purna menjadi mahasiswa, seperti saya misalnya, masih setia menjadikan warung kopi sebagai warung pujaan. Tempat pelampiasan saat biaya kost belum terbayarkan, atau masalah lainnya yang butuh pelampiasan. Misalnya problem kantor, atau problem nyonya tua. Walau pun tidak sepenuhnya selesai di warung kopi, minimal membuat penikmat warung kopi nge-fly dan lupa bahwa ada masalah besar yang sedang menunggu. Sampai di kost pusing lagi.  

Pemuja warung kopi tidak terbatas oleh umur. Misalnya diatas umur 18 years dilarang nongkrong, atau ada peringatan “maaf umur anda masih belum cukup untuk menikmati sajian ini” itu tidak pernah ditemukan di warung kopi. Warung kopi adalah warung yang mengerti keadaan. Keadaan umur atau keadaan disaat tak punya uang untuk membayar alias bisa ngutang (ngebon disek).

Tempat yang paling baik untuk menyelesaikan masalah adalah warung kopi. Baik masalah tersebut privasi atau publik, atau bahkan membahas isu-isu yang sedang berkembang di negeri jenaka ini. Misalnya membahas mengenai Jokowi, Presiden RI, yang belakangan ini beredar foto saudara kembarnya atau membahas mengenai kapan kita mengganti Donald Trump, Presiden AS saat ini. Itu agak mustahil sih. Tetapi itu asik dibahas di warung kopi. Tapi yang perlu diketahui adalah, se urgent apapun yang dibahas di warung kopi pada akhirnya ditelan pahitnya kopi alias wacana saja. Terlalu banyak cita-cita, tapi bingung untuk mengeskusi. Jangankan eksekusi, eksekutornya pun belum tampak. Tentunya, mewabahnya fenomena warung kopi ini mengantarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur menjadi provinsi yang maju di sektor UMKM dibanding Jawa Barat dan Jawa Tengah.  

War-Kop Rumah Kedua

Ya, tak membual jika warung kopi dibabtis rumah kost kedua bagi mahasiswa yang nge-kost. Selain menghindari bayar kost juga menjadi tongkrongan asik untuk melihat muda-mudi yang sedang dimabuk asmara. Misalnya, mengamati mahasiswa yang sedang pendekatan alias PDKT atau mengamati mahasiswa yang sedang berseteru dengan nyonya tuanya, misalnya banting gelas karet. Kalau gelas kaca, masih mikir untuk menggantinya. Atau bahkan menyaksikan mahasiswa tua yang sedang garap makalah. Ingat!! Makalah, bukan skripsi. Itu membuktikan bahwa penikmat warung kopi adalah hiterogen.

Bermacam suku tampak disana, ada yang nada suaranya keras, lemah lembut, atau bahkan nada suaranya terkesan manja, yang manja ini biasanya para nyonya yang sedang memesankan kopi untuk kakandanya. Kenapa manja? biar terkesan istemewa. Ah ....

Namun, belakangan ini warung kopi sudah banyak yang tak perawan alias ternodai akibat pemuja warung kopi yang menjadikan warung tersebut sebagai warung kopi pangku. Itu juga penistaan warung kopi, dan sampai tulisan ini diturunkan pun belum ada paguyuban penikmat warung kopi yang menuntut kasus penistaan warung kopi tersebut.  

Diantara sahabat-sahabat saya, yang dedikasinya tak tertandingi khususnya di warung kopi dan sekaligus menghindar dari kos, karena terlambat bayar, seperti Udin Lowo, Mukhlisul Amal El-HamidAmal Maha De'remma, Putra Sakera,  Salam, Dzakir Ahmad, Arul Jangos, Al DiAli Maksum, Letnan Absan dan M Taufiqillah Al-Muvti. Mereka-meraka ini merupakan pemimpin yang hebat pada masanya (saat menjadi mahasiswa aktif), sangat aktif berdiskusi, apalagi jika membahas ketahanan pangan (mikir untuk dimakan besok,

:D) sangat serius dan slektif. Serius dalam artian bagaimana mencari dana yang baik, dan selektif adalah mencari warung murah (bukan murahan,
:D
) untuk sekedar pengganjal perut.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun