Mohon tunggu...
Ika Ratna Sari
Ika Ratna Sari Mohon Tunggu... -

Seorang yang memiliki impian untuk mengubah dunia :)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sang Pesimis, Sang Optimis, dan Sang Realis

20 September 2011   17:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:47 3242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang berpikir menjadi pesimis itu bener-bener jelek. Menjadi optimis jauh lebih baik. Gak salah sih, bener malah, emang terbukti seperti itu. Tapi, (saya sebagai tipe orang pesimis merasakan bahwa) gak semua orang bisa dengan mudah berubah dari pesimis menjadi optimis, dan meninggalkan segala kepesimisannya. Itu karena seorang pesimis pun memiliki alasan untuk memilih menjadi sang pesimis. Begitu pula dengan sang optimis, juga sang realis. Mereka memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memandang sebuah permasalahan. Kombinasinya Pasti banyak yang berpikir bahwa kombinasi dari sang pesimistis, sang optimistis dan sang realistis itu bakalan sangat kacau. Gimana nggak? Sifat mereka kan saling berlawanan. Tapi, coba deh baca kata-kata ini: “ The pessimist complains about the wind; The optimist expects it to change; The realist adjust the sails” By William Arthur Ward “Sang pesimis komplain mengenai anginnya ; Sang optimis mengharapkan angin itu berubah; Sang realis menyesuaikan layarnya” Saya menafsirkan kata-kata itu, sebagai bentuk “kerja sama” dari sang pesimis, optimis dan realis. Tapi, apa iya, hal itu realistis dapat terjadi? Tentu saja hal iturealistis dapat terjadi. Pada dasarnya ketiga tipe ini pun tidak berkontradiksi, hanya memiliki “cara” yang berbeda dalam memandang sebuah permasalahan. Sang optimis, yang percaya bahwa segalanya akan menjadi baik pada akhirnya, dan terus mengharapkan perubahan kearah yang positif.Seringkali berusaha untuk tidak memandang pada resiko-resiko yang akan terjadi. Sedangkan, sang pesimis, ia begitu “berhati-hati”, ia menganalisa segala kemungkinan resiko sebisanya, dari yang terkecil hingga yang paling ekstrim, ia terbiasa menganalisa keadaan. Mungkin sang pesimis ini bukan tidak percaya akan keberhasilan, dia hanya tidak tahu caranya.Sedangkan sang realis, ia memilih tindakan-tindakan yang memang pasti akan mampu ia lakukan. Karena jika terlalu tinggi, ia beranggapan hal itu tidak mampu diraih.

Masing-masing memiliki sudut pandangnya sendiri-sendiri. Bukankah yang seharusnya kita butuhkan adalah memadukan sudut-sudut pandang yang berbeda agar dapat memiliki pandangan yang utuh dalam suatu permasalahan. Dengan begitu, kita akan mengetahui, bagian-bagian mana saja yang kurang tepat dari sudut pandang kita, dan mengubahnya untuk menjadi lebih baik, dan tentunya menyelesaikan permasalahannya. Yang harus dipahami oleh sang optimis, adalah bahwa kita butuh untuk mengerti segala resiko yang terjadi, bukan untuk membuat kita menjadi pesimis, tetapi untuk mengatasinya. Begitu pula dengan sang pesimis, juga harus menyadari bahwa  segala resiko yang ia analisa tidak akan menyebabkan kegagalan jika ia melakukan dan menyiapkan sesuatu untuk menghadapinya, dan dengan begitu segalanya mungkin terjadi. Pun, dengan sang realis, ia harusnya menyadari bahwa target yang tinggi membutuhkan analisa resiko dan tingkat  penanganan yang tinggi pula. Dengan begitu, segalanya akan mungkin terjadi. Tanpa Sang Pesimis, mungkin yang lainnya tidak menyadari resiko yang disebabkan oleh kondisi-kondisi itu, bisa jadi juga bahkan tidak menyadari ada masalah. Tanpa  Sang Optimis, mungkin mereka akan kehilangan harapan untuk melalui masalah itu. Dan tanpa sang Realis, mungkin mereka hanya bergelut dengan masalah-masalahnya sendiri. Setiap tipe memiliki tempatnya sendiri-sendiri di dunia ini. Just like ourselves ^^
Bukankah, kerjasama yang terjadi antara mereka akan luar biasa,? Sang optimis menjadi pembakar semangat dan motivasi mereka, sang pesimis yang menganalisa setiap kemungkinan dan sang realis yang menyiapkan tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah-masalah itu. Itu menjadi tim yang sangat baik bukan? Mungkin, kita tidak semua orang harus berubah menjadi begitu optimis. Mungkin, kita hanya butuh “menyeimbangkannya” dan “menyadarkan”, agar tidak menjadi terlalu ekstrim. Dan, memanfaatkan kelebihan yang ia miliki. Toh, kita tidak bekerja dan hidup sendirian di dunia ini. Kita memiliki keluarga, sahabat, partner, yang bisa membantu kita untuk menyeimbangkannya, jika sewaktu-waktu kita menjadi begitu ekstrim dengan cara berpikir kita. Jika kita mengubah setiap orang menjadi optimis, mungkin kita akan kehilangan para analis-analis resiko yang hebat, juga para problem solver dari setiap masalah di dunia. Sang Optimis, Pesimis, dan Realis dalam diri kita Saya percaya, setiap orang memiliki sisi optimis, pesimis dan realis dalam dirinya masing-masing. Sisi-sisi ini seringkali bersinggungan ketika kita menghadapi masalah. Sebagian merespon dengan menghilangkan “bisikan sang pesimis dan realis’, dan memilih “sang optimis”. Sebagian lagi merespon dengan menghiraukan “bisikan sang pesimis”, dan memilih untuk mundur. Sebagian lagi memilih untu menghiraukan “bisikan sang realis”, dan memilih untuk melakukan yang pasti bisa ia lakukan. Tetapi, seperti halnya dengan kerjasama ketiga tipe ini yang saya jelaskan tadi, ketiga sisi ini dalam diri kita pun dapat bekerja sama. Kita memberi pengertian pada sisi optimis, pesimis dan optimis dalam diri kita agar mereka dapat bekerja sama. Dengan begitu, bukankah kita juga akan mendapatkan hasilnya yang luar biasa? Memang, mungkin saja kita gak bisa lepas dari “kecenderungan” kita untuk menjadi lebih optimis, lebih pesimis, atau lebih realis. Tetapi, asal kita dapat memadukan ketiganya dalam diri kita, itu jauh lebih baik daripada cenderung ke salah satu secara ekstrim. Pun, dengan begitu kita juga bisa memahami tipe orang-orang yang pesimis, optimis dan realis, dan tidak men-judge mereka dan memaksa mereka menjadi salah satu yang menurut kita terbaik. Kita bisa mendengar dan mempertimbangkan segala saran dari mereka. Dan, kembali lagi dengan kecenderungan kita, kita tidak perlu terlalu khawatir, karena orang-orang yang di sekitar kita akan menyeimbangkannya. Dan dalam kehidupan ini, kita memang akan selalu bekerja sama dalam menghadapi setiap permasalahan bersama. Tidak mungkin kan, kita menyelesaikan segala permasalahan di dunia ini sendirian? Jadi, tidak ada salahnya untuk menyandarkan dan mengandalkan orang lain untuk “menyeimbangkan” diri kita. Karena memang itulah kenapa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, karena mereka memang saling membutuhkan. Sehingga, kita bisa memadukan segala kelebihan dan kekurangan kita dengan orang lain, untuk menemukan dan memberikan solusi yang terbaik Tulisan ini diambil dari salah satu posting di blog saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun