Mohon tunggu...
ARES REVA
ARES REVA Mohon Tunggu... Administrasi - Bookish

Hi, visit me ya di Ceritaaresreva.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

NKRI BERSYARIAH/RUANG PUBLIK MANUSIAWI(Mengabstraksi Nasionalisme Syariah dalam Ranah Pendidikan)

12 Februari 2019   20:15 Diperbarui: 15 Februari 2019   09:18 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENGABSTRAKSI NASIONALISME SYARIAH DALAM RANAH PENDIDIKAN

mulai dengan tajuk besar NKRI bersyariah yang dideklarasikan oleh Habib Riziq yang memicu seorang Denny JA untuk menuliskan gagasan idenya sebagai pertentangan mutlak jika dia tidak ingin NKRI syariah kembali disiarkan ke rakyat Indonesia lagi.

Dalam tulisan Denny, dia mengimplisitkan bila tahapan sebagai NKRI syariah memerlukan proses yang tidaklah mudah dengan menggunakan sebuah data dari indeks islamicity lantas menggabungkan dengan indeks world happiness dari Sustainable Development Solution Network. Denny menyatukan indeks islamicity dengan tolak ukur kebahagian bahwa  negara paling bahagia adalah negara-negara yang tidak jauh berbeda dengan data dari islamicity index yang menjelaskan jika negera bukan islam lebih bahagia daripada negara islam sendiri.

Menetralkan Tatanan Sosial Dengan Sekularisme. 

Keberadaan politeisme dengan monoteisme dahulu seakan-akan memiliki kesamaan dengan dua riset yang ditemukan Denny. Dahulu, kekaisaran Romawi memerintahkan tidak lebih daripada empat penindasan besar-besaran terhadap orang Kristen. Namun, saat itu, jumlah perbandingan kematian dari penganut polistetik dan monotesime lebih banyak penganut monoteistik yang menjadi korban jiwa hanya karena membela tafsir yang berbeda sedikit mengenai agama kasih dan welas kasih.

Agama adalah sistem norma dan nilai manusia yang didirikan atas kepercayaan akan suatu tatanan adinanusiawi (Harari, Yuval Noah, 2011:274). Adalah hal yang tidak relavan menyangkutpautkan ide keagamaan dengan Negara karena kultur ilmiah kita telah mendidik kita untuk memusatkan perhatian hanya kepada dunia fisik dan material yang hadir di hadapan kita. Terlepas dari kemampuan agama untuk melegitimasi tatanan sosial dan politik yang tersebar luas, tidak semua agama berhasil mewujudkan potensi tersebut. Agama sendiri diharuskan mendukung adimanusiawi yang universal dan berdakwah. Peran pancasila sudah melebihi adimanusiawi dari sebuah agama, karena pada dasarnya merupakan visi dari penyelenggaran kehidupan bangsa dan negara.

Tolak Ukur Kebahagiaan NKRI Bersyariah.

Mengacuh dari pernyataan Denny JA yang menyatakan negara Barat lebih bahagia dari negara yang mayoritas muslim sesuai dengan data yang dia temukan, tidak juga membawa makna sendiri bila kebahagiaan itu bukanlah masalah. Namun, ada sebuah premis yang mendasari semua asumsi dan keyakinan kita. Premis itu adalah kebahagiaan itu bersifat algoritmik, bisa diutak-atik dan diperoleh dan bisa dicapai (Manson, Mark. 2016:30).

Jika negara barat berhasil membuat rakyatnya bahagia, maka negara tersebut memiliki tatanan sosial yang kuat. Negara tidak akan bisa kuat bila rakyatnya tidak bahagia dan sebaliknya pun. Namun, bila mengacuh kepada kalimat Habib, kebahagiaan sebenarnya bukan didasari oleh sebuah agama. Dikaitkan dalam Yunani kuno, Filsuf Epicurus dari buku Homodeus (Harari, Yuval Noah, 2015:34) menjelaskan bahwa menyembah Tuhan itu membuang-buang waktu, bahwa tidak ada eksistensi setelah kematian, dan bahwa kebahagiaan adalah tujuan tunggal kehidupan.  Jika memang diukur dengan tingkat kebahagiaan, maka tidak melulu jika negara yang bersyariah bisa membawa kebahagiaan untuk masyarakatnya. Sebab, skeptisme terhadap kebahagiaan duniawi lebih menarik untuk dipahami daripada sebuah eksistensi kematian. Indonesia tidak hanya memiliki hak untuk beragama, tetapi juga memiliki hak untuk bahagia di dunia.

NKRI Syariah Telah Ada Di Ranah Pendidikan

Denny mengemukakan bahwa dalam ruang publik manusiawi di setiap negara seharusnya tidak boleh menghalangi pelaksanaan akidah warga negara. Kenyataannya NKRI syariah telah menelusup masuk disela-sela pendidikan Indonesia. Saya menemukan artikel dari New York Times dengan tajuk ambiguitas “Public School In Indonesia feeling islamic pressure”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun