Mohon tunggu...
Kabut Senja
Kabut Senja Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika PNS Menjadi Tolak Ukur Sebuah Kesuksesan

8 Desember 2018   09:51 Diperbarui: 8 Desember 2018   10:10 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 19 September 2018 ini CPNS ramai dibahas dimana-mana. Mulai dari lingkungan sekolah sampai lingkungan rumah bahkan jagat media internet. Semua menaruh harapan besar pada sesuatu yang disebut "PNS". Mulai dari jenjang karir, gaji, hingga uang jaminan di hari tua ( dana pensiun ).

Namun, ada satu hal yang membuatku risau. Jadi ceritanya sore tadi ada acara kumpul-kumpul di daerah rumah. Semua tetangga berkumpul. Di acara tersebut ada tetangga saya. Dia sebenarnya masih muda, usianya masih 27 tahun, perempuan, dan sudah bekerja di Tangerang. Cuman ada alasan apa entah? Dia memilih untuk cuti seminggu dalam hitungan minggu ini.

Tadi, pada saat acara, duduk kamipun berdampingan. Pada awalnya dia yang menyapa, lalu kami mulai mengobrol ringan. Hingga, sampailah obrolah tersebut pada sesi curhat colongan. Tetanggaku tersebut, bercerita tentang betapa peliknya ia harus menghadapi kedua orang tuanya, terutama ayahnya, yang menginginkan dirinya menjadi seorang PNS.

Tak bisa dipungkiri jika yang ditawarkan pemerintah memang menggiurkan, namun itu tergantung jabatannya juga. Rani, sebut saja nama tetanggaku itu demikian, tak pernah menginginkan untuk menjadi seorang PNS. Namun, apa yang menjadi mindsetnya dianggap sebagai sesuatu yang gagal oleh orang tuanya. Standard kesuksesan bagi orang tua Rani ialah menjadi seorang PNS.

Rani berkeluh kesah padaku. Padahal apapun yang diinginkan orang tuanya sudah ia berikan. Mulai dari uang bulanan, sampai bangun rumah. Bahkan untuk mencari uang tambahan ia mulai berwiraswasta dengan merintis jualan kecil-kecilan di instagram @cantikmurahbanget. Aku sempat menengok instagramnya. Jualannya murah-murah, namun followernya masih 5 orang. 

Sebagai anak yang masih bau kencur. Aku hanya bisa diam mendengarkan segala curhatannya. Aku tidak bisa berkata apa-apa, karena kondisi keluargaku berbeda dengan dia. Papaku seorang wiraswasta di bidang ekspor-impor coklat, mampu memiliki pegawai, membuka lapangan kerja, dan penghasilannya masih lebih tinggi dari mamaku yang Dosen PNS.

Benarkah menjadi seorang PNS itu merupakan standard kesuksesan hidup? Bukankah ada jenjangnya juga ya? Lalu apakah orang-orang yang bekerja di tempat seperti Mayora, Wilmar, Plukme, Youtube itu tidak dikatakan sukses ? 

Terus bagaimana dengan Youtuber full-time seperti Ria S.W yang justru melepaskan pekerjaan tetapnya untuk menggeluti bidang yang ia cintai ? Apakah itu tidak sukses ? Pengusaha seperti papaku gak sukses donk, karena hari tua pegawainya malah dia yang jamin ?

Aku hanya bisa bengong dengan semua kata-kata yang terlontar dari kak Rani. Diriku merasa iba dengannya karena tekanan yang berat untuk menjadi seorang PNS. Dia bahkan juga ditekan untuk disuruh segera menikah karena usianya sudah bisa dibilang perawan tua. Aku cuman bengong melihat pemikiran yang seperti itu. Tidak ada yang bisa kukatakan selain menepuk lembut pundaknya sembari berkata sabar.

Air matanya merembes keluar. Beban yang berat itu seolah baru keluar secuil. Ingin kuteriak padanya bahwa orang wirausahawan itu lebih keren dari pada PNS. Kenapa? Mereka mampu memberikan pekerjaan pada orang lain tanpa bergantung pada pemerintah. Mereka mampu menjamin hari tua seseorang dan memperluas lapangan kerja di Indonesia. 

Namun, hal seperti itu sepertinya masih dianggap cuma mimpi belaka di negara ini? Kerja di balik meja merupakan sesuatu yang sukses, terjamin dan sebagainya. Itu seperti khayalan semu dari jaman penjajahan. Dimana seorang babu dibilang keren kalau mengabdi pada Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun