Mohon tunggu...
Soultan Kabasaran
Soultan Kabasaran Mohon Tunggu... Auditor - Gelar adat

Andai dunia terlalu sempit, hati terlalu luas ntuk ditempati sendiri , banyak ruang yang DIA anugerahkan didalam sana tentu sangat cukup untuk berbagi. Hidup hanya sekali, Mari buat berarti.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kerawanan yang Nyata

12 Mei 2019   15:59 Diperbarui: 12 Mei 2019   16:05 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bangkokpost.com 

Our main problem  is economic injustice. It creates mass frustration.

fakta-fakta berikut ini menunjukkan betapa rentan dan rapuhnya struktur perekonomian Indonesia.  Baik dari sisi keamanan pembiayaan maupun dari sisi ketahanan perekonomian.  Negeri ini hanya bertumpu pada sedikit kaki dan tentu itu sangat rapuh.


Dalam survei lembaga keuangan Swiss, " Credit Suisse"  ( Januari 2017 ) , dilaporkan bahwa satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 persen kekayaan nasional.
Jika dinaikkan pada angka 10 persen, maka  penguasaan mereka terhadap kekayaan nasional mencapai 75,7 persen.

Keadaan  diatas terkonfirmasi dalam apa yang dilaporkan secara rutin tahunan oleh  majalah forbes tentang  siapa saja orang-orang terkaya di Indonesia serta berapa besaran kekayaan mereka.

Bukti valid lainnya tentang ketimpangan  juga  dapat dilihat dari realise hasil Tax Amnesty (TA) yang diexpose otoritas pajak.
Lebih kurang sekitar 1 juta orang/badan hukum yang ikut TA melaporkan unreported asetnya  senilai 5.000 trilyun lebih.
Kalau ditelaah  lebih mendalam lagi, porsi kepemilikan dari +/-  5.000 trilyun aset yang dilaporkan tersebut, strukturnya juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian  "Credit Suisse".

Bukti ketimpangan lainnya terpampang nyata dari proporsi kepemilikan lahan perkebunan dan pertambangan di sumatera, kalimantan, sulawesi dan papua. Berjuta-juta  hektar tanah dipulau-pulau tersebut dikuasai hanya oleh beberapa korporasi yang dimiliki segelintir orang saja.
Tidak jarang penduduk asli menjadi asing dan terpinggirkan di tanah tumpah darah leluhur mereka yang pada ujungnya sering memicu konflik sosial.

Jika dipetakan agak lebih tajam lagi, ketimpangan  kekayaan ini tidak hanya buruk dalam distribusinya saja tetapi juga sangat parah dalam segmen  kepemilikan, baik dari sisi etnis maupun agama. Yang lebih menyakitkan lagi banyak dari  kekayaan tersebut dalam banyak kasus yang terungkap diperoleh karena faktor kedekatan dengan kekuasaan. Tentu kondisi ini  tidak terjadi dalam empat atau lima tahun belakangan saja tetapi hasil komulatif bertahun-tahun sejak Indonesia merdeka.

Agaknya sampai saat ini Pancasila masih menjadi slogan yang indah dalam ucapan dan buruk dalam kenyataan.
Jangan pernah berharap  sila kedua dan sila ketiga Pancasila akan terwujud sebelum sila kelima benar-benar direalisasikan dengan sungguh-sungguh oleh siapapun yang menjadi penguasa di negeri ini.
Distribusi keadilan sosial harus menjadi menu utama dalam setiap kebijakan yang sedang dan akan dirumuskan oleh setiap penyelenggara negara.

Bukankah salah satu tujuan pendirian negara ini sesuai pembukaan konstitusi adalah memajukan kesejahteraaan umum dan ini baru bisa terwujud jika distribusi keadilan sosial berjalan dengan adil.

Semoga pemerintah yang terpilih, siapapun itu mampu menangkap kerawanan yang nyata ini dan segera memperbaikinya melalui rumusan kebijakan-kebijakan yang memungkinkan makin menyempitnya kesenjangan sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun