Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Tinggal di Palembang

Penulis adalah Guru Ngaji di Rumah Tahfidz Rahmat Palembang, dan Penulis Buku "Revolusi Hati untuk Negeri" bekerja sebagai Jurnalis di KabarSumatera.com Palembang. (www.kabarsumatera.com) dan mengelola situs sastra : www.dangausastra.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Suatu Pagi di Kantin Sekolah

5 September 2015   01:17 Diperbarui: 5 September 2015   01:44 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

KETIKA Arloji saya menunjukkan pukul 07.10 WIB, saya baru saja mengantar Hakim, anak saya kle sekolah. Saya tak langsung pulang kali itu. Sebab Hakim, masih minta ditunggu, karena  hari itu kali pertama dia masuk Sekolah Dasar (SD). Mengisi kekosongan, sembari menunggu Hakim, saya kemudian menyempatkan mampir di kantin sekolah. Hitung-hitung berkenalan dengan wali murid yang baru. Lokasinya hanya berjarak 10 meter dari pagar sekolah. Saya kemudian berbaur dengan ibu-ibu yang juga wali murid di tempat anak saya sekolah.

Sebagai wali murid baru, kali itu saya hanya kenal beberapa orang. Diantara mereka, ada wali murid yang pernah saya kenal saat di Taman Kanak-Kanak. Sebagian lagi, wali murid yang baru saya kenal.  

 “Bi, aku bayarnya besok ya, sebab suamiku hari ini belum kasih duit sama aku,” ujar seorang perempuan tanpa malu-malu. Sesekali mata perempuan itu bertatap dengan saya. Sepertinya dia tahu kalau saya orang baru di sekolah itu. Hanya dua atau tiga detik mata saya bertatapan.

Setelah itu, beralih pada Bibi penunggu kantin yang spontan menyahuti ujaran perempuan itu.

“Ai, Ren, kau ini ngutang terus. Kalau minta duit suami jangan pas untuk anak kau bae, kau itu harus minta lebih. Jadi setiap kau jajan idak ngutang tiap hari!” ujar Bibi penunggu warung setengah menasihati. Pagi itu saya baru tahu kalau ternyata perempuan bernama Reni.

Kalau saya lihatm usianya masih relatif muda. Sebab melihat dandanannya agak modis. Saya menerka umurnya baru 28 tahun. Itu seusia saya saat saya sudah punya anak pertama. Tapi saya tidak bisa memastikan berapa umurnya, karena saya baru bertemu sekali pagi itu.

“Jadi kau kapan nak bayar utang yang kemarin, ren?” Bibi penunggu kantin sepertinya sudah hafal dengan gaya Reni dalam urusan jajan di kantinnya.

“Minta bayari samo Bu Pri bae Ren. Dio tu wong kayo,” ujar Nadia, seorang wali murid yang kenal dengan saya. Nadia adalah wali murid yang dekat dengan saya, sejak Hakim masih duduk di sekolah TK. Jadi wajar kalau kali itu Nadia tidak canggung meledek saya.

“Amiin, Nadia. Semoga itu doa,” saya hanya mengaminkan seloroh Nadia. Untuk kali sekian, satu detik mata saya kembali bertatap dengan Reni. Tapi saya kemudian melempar pandangan ke beberapa potong kue. Saya tidak ingin Reni menganggap ujaran Nadia itu serius.

Toh masalah kaya dan miskin hanya di dalam perpektif kita. Kata Dasril teman akrab saya kaya dan miskin  itu hanya sebutan. Saat kita menyebut dan melihat diri kaya, maka kitalah orang kaya. Tapi sebaliknya, kala kita melihat diri kita miskin, maka saat itulah kita menjadi miskin. Pesan suami saya : kalau kita mengaku miskin sama halnya kita sedang mengukur kekayaan Allah Swt, yang sudah mengaruniai langit dan bumi serta isinya dengan gratis.

“Cak mano aku nak minta lebih, Bi. Duit belanjo bae dibatasi. Cukup dak cukup sekian. Macem hari ini, aku cuma dikasih duit jajan tiga ribu. Itu bae untuk anak aku. Kato suami aku, kalau sudah dapat duit ngojek, dio nak kesini lagi ngasih duit samo aku,” ujar Reni membuka aurat keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun