Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pecinta literasi

Blog ini merupakan kelanjutan dari blog pada akun kompasiana dengan link: https://www.kompasiana.com/sulfizasangjuara 🙏❤️

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Serigala di Rahim Ibu

23 Agustus 2021   14:11 Diperbarui: 23 Agustus 2021   14:18 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: quotesgram.com


MEREKA percaya ada serigala di rahim Ibu

Sejak mengandung serigala, Ibu kehilangan tamu. Selain kupu-kupu dan butiran debu, tidak ada lagi yang bertandang di rumah Ibu. Tidak ada lagi bait-bait puisi cinta yang ditulis dan dibacakan untuk Ibu. Para tetangga pun enggan menyapa. 

Sehari-hari, Ibu merenda baju bayi ditemani kesunyian yang tidak pernah diretakkan ketukan-ketukan rindu di daun pintu. Di usia kehamilannya yang menginjak sembilan bulan lebih satu minggu, Ibu diusir dari rumah yang ditempatinya selama sepuluh windu.

Waktu Ibu diusir, tidak ada malaikat yang datang menyelamatkan Ibu. Tuhan pun entah di mana. Ibu tidak bisa membawa baju-baju bayi yang telah direndanya dalam musim-musim yang terus menggugurkan putik-putik airmata. Ibu hanya membawa pakaian yang melekat ditubuhnya dan rahim yang tetap dipercaya sebagai sarang serigala.

"Kau bernoda, tuduh seorang tetangga. Hamil tanpa suami. Siapa lagi kalau bukan serigala jantan yang menimbun benih di rahimmu?"

Jika kau melahirkan di rumahmu, titah seorang tetua kampung yang selalu memakai sorban dan kalung tasbih, kampung ini akan tertimpa malapetaka dan sawah-ladang diserang hama.

Mereka memaksa Ibu untuk keluar dari rumah warisan kedua orangtuanya. Mereka tidak peduli Ibu berjalan sempoyongan dengan perut yang seolah menyimpan separuh beban bumi. Nada suara mereka dirambati sulur-sulur kebencian dan ilalang dendam. Tidak seorang pun yang menaruh sebutir benih iba. Sambil menyerukan nama-nama Tuhan, mereka mengutuk Ibu. Selain hujan bulan dan hembusan angin sedingin es, tidak ada yang mengiringi Ibu yang tertatih-tatih menjauhi kampung.

"Kau belum lahir waktu itu," tutur Ibu setiap menceritakan masa lalunya yang terus meraut pilu dan menggarami luka-luka di hatinya. Jadi, kau tidak pernah melihat bara yang memijar di bola mata mereka.

Malam itu, Ibu melangkah. Melangkah. Dan terus melangkah menjauhi kampung. Hingga ketuban pecah. Darah merebes di pangkal paha Ibu, menyatu dengan air hujan yang menyirami bumi. Bayi yang dipercaya sebagai serigala, menendang-nendang pintu rahimnya, dan memaksa untuk segera dilahirkan. Pada saat genting itulah, orang-orang penderita kusta yang juga telah dibuang dari kampung, bermunculan.

Orang-orang penderita kusta jauh lebih nyata daripada malaikat ataupun Tuhan. Mungkin juga, malaikat atau Tuhan tengah menjelma menjadi orang-orang penderita kusta. Bila orang-orang penderita kusta itu tidak datang, Ibu dan bayi yang dipercaya sebagai serigala, akan mati di bawah hujan, disantap anjing-anjing lapar, diburu burung-burung pemakan bangkai, dan digerogoti belatung.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun