Mohon tunggu...
KA Widiantara
KA Widiantara Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi dan Akademisi Komunikasi-Media

Praktisi dan Akademisi Komunikasi-Media

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media dan Gerakan Literasi di Indonesia

6 April 2021   21:05 Diperbarui: 6 April 2021   21:17 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Literasi Digital. Sumber: foldertips.com

Dalam sejarah gerakan literasi media dan informasi di Indonesia yang dimulai pada awal tahun 1990-an, media, meskipun tidak dominan
namun tetap memegang peran penting. 

Studi yang dilakukan oleh Pusat Kajian Media dan Budaya Populer menunjukkan bahwa media adalah salah satu penggerak literasi media dan informasi, selain lembaga swadaya masyarakat dan sekolah (Poerwaningtyas, 2013). Saat itu, fokus gerakan literasi adalah meningkatkan kemampuan literasi media masyarakat dalam mengkonsumsi produk cetak maupun
siaran televisi.

Data yang kurang lebih sama ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Jaringan Pegiat Literasi Media (Japelidi) pada tahun
2017. Media (0.4%) merupakan salah satu pelaku kegiatan literasi digital selain perguruan tinggi, instansi pemerintah, komunitas, lembaga swadaya masyarakat, sekolah, korporasi, asosiasi profesi, dan organisasi massa (Kurnia dan Astuti, 2017). 

Studi ini juga menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 hingga 2017, media digital menjadi bagian yang vital dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sebab, gerakan literasi media dan informasi berfokus pada media digital. 

Dengan begitu, nama gerakannya pun beralih dari gerakan literasi media menuju gerakan literasi digital. Sebagai salah satu pelaku gerakan literasi digital, meskipun masih terbatas, media melakukan beragam program. Baik yang ditujukan bagi jurnalisnya maupun bagi masyarakat luas.

Media biasanya melakukan beragam pelatihan jurnalistik untuk membekali wartawan agar mempunyai bekal cukup supaya tidak terjebak dalam praktik jurnalisme buruk yang bisa menyeret ke dalam pusaran kekacauan informasi. 

Program semacam ini dilakukan oleh banyak institusi media. Beberapa contoh adalah Tirto (Arlin, 2017), Tempo dengan Tempo Institute-nya, hingga Kompas dengan Kompas Institute. 

Yang menarik, sayap media yang menangani pelatihan jurnalistik sebagaimana Tempo Institute maupun Kompas Institute tidak hanya melayani pelatihan bagi jurnalis, melainkan juga melayani masyarakat umum yang tertarik pada dunia jurnalistik.

Selain melakukan program literasi digital secara mandiri, media juga melakukan kolaborasi dengan media lain, dengan komunitas, ataupun
dengan organisasi lain yang sebagian besar berupaya menekan dampak kekacauan informasi di era pasca-kebenaran. Misalnya ketika
Tempo Institute berkolaborasi dengan Yukepo, ICT Watch, Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, dan MAFINDO menyelenggarakan
Tempo Goes to Campus (SGTC) di Cilegon, Bandung, Aceh, Batam, Pontianak, Palu, Makassar, Halmahera, Ambon dan Manado. 

Tur keliling10 kota SGTC bertujuan untuk mengajak kaum muda Indonesia meningkatkan kompetensi literasi digital mereka. Kaum muda yang
mempunyai pikiran dan sikap kritis dalam mengelola informasi dianggap sebagai salah satu benteng dalam upaya menangkal kekacauan informasi, baik yang berupa misinformasi, disinformasi, maupun mal-informasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun