Mohon tunggu...
KA Widiantara
KA Widiantara Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi dan Akademisi Komunikasi-Media

Praktisi dan Akademisi Komunikasi-Media

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Literasi Digital dalam Mewujudkan Demokrasi Damai

19 April 2021   12:14 Diperbarui: 19 April 2021   12:16 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Jurnalisme klik. Foto: NWS

Meluapnya informasi politik menjelang Pilpres 2019 tak hanya menimbulkan kekacauan informasi namun juga menciptakan polarisasi masyarakat ke dalam dua kubu yang saling membenci serta terus menerus berseteru, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Kondisi yang 'panas' ini berpotensi besar merusak suasana damai pemilu sebagai ajang pesta demokrasi tertinggi di Indonesia. 

Apalagi tahun 2019 untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan seluruh jenis pemilihan umum secara bersamaan, yakni pemilihan legislatif dari tingkat kota atau kabupaten hingga tingkat provinsi, hingga pemilihan presiden dan wakil presiden (lih. Wisnu Martha Adiputra dkk., 2019).

Kekacauan informasi politik berupa misinformasi, disinformasi, dan mal-informasi (lih. Ireton dan Posetti, 2018) yang seringkali disederhanakan sebagai hoaks politik ini diproduksi dan disebarkan oleh banyak pihak. Pertama, para politisi dan/atau tim kampanye mereka yang punya kepentingan untuk menyerang lawan politik. 

Kedua, warganet pendukung capres-cawapres yang memuja calon pujaan namun menutup mata pada calon lainnya. Ketiga, media baik media massa konvensional, media baru, maupun media 'abal-abal', yang secara sengaja atau tidak sengaja memproduksi atau mereproduksi kekacauan informasi (lih. Krisiandi, 2019).

Tulisan ini akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: mengapa media sebagai salah satu pilar demokrasi ikut terseret
dalam pusaran produksi dan distribusi kekacauan informasi politik? Sejauh mana media bertanggung jawab turut ambil bagian dalam gerakan literasi digital guna mengurangi kekacauan informasi politik? Bagaimana media turut berperan dalam mewujudkan demokrasi damai melalui literasi digital?

Media, Demokrasi, dan Kekacauan Informasi
Dalam sistem demokrasi, media dianggap mempunyai posisi yang penting sebagai pilar keempat. Media, secara ideal, diharapkan
berfungsi sebagai penjamin akuntabiltas elit politik dan kontrol rakyat terhadap penyelenggaraan pemerintahan (lih. Gunther dan Mughan ed., 2000). 

Dengan kata lain media menjembatani komunikasi politik antar-pelbagai aktor dalam sistem demokrasi, sehingga proses mediasi tersebut bisa berlangsung baik maupun buruk (Benner dan Entman,2001:5).


Mediasi berlangsung baik jika dalam komunikasi politik, media bisa menempatkan diri sebagai saluran netral dalam menyampaikan
informasi secara transparan dari satu aktor politik dengan aktor politik lainnya dalam tugasnya melayani kepentingan masyarakat.

 Sebaliknya, media berlangsung buruk jika media menjadi lebih kuat dari aktor politik lainnya seperti negara dan masyarakat dan lebih berfokus
melayani kepentingan pemiliknya dan/atau kapital. Persoalan kuasa media yang lebih banyak mengabdi pada kepentingan
politik ini semakin jelas terlihat di Indonesia dua dekade belakangan
ini. 

Jika pada masa Orde Baru media dikuasai oleh negara, maka pada pasca-reformasi media dikuasai oleh pemilik media. Selain itu, kuasa
pemilik media semakin menguat di era digitalisasi media. Revolusi digital menjadikan industri media mengalami pemusatan yang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun