Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Keadilan Ekologis Mengurai Kemiskinan

25 Desember 2017   10:54 Diperbarui: 25 Desember 2017   12:27 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerahan dokumen Platform Politik Lingkungan Hidup dari Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati kepad Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki di Cibubur, Jakarta,Rabu (13/12) malam (Dok. Walhi)

Publik dan aktivis pecinta lingkungan kembali dikejutkan dengan konflik agraria yang menelan korban jiwa. Tak tanggung-tanggung, seorang warga di Kalimantan Tengah tewas ditembak oleh aparat keamanan perusahaan sawit milik Wilmar Group. Tentu ada yang menjadi pemicu di balik peristiwa tersebut. Tapi apapun alasannya, tak ada pembenaran mengorbankan nyawa rakyat.

Rakyat kecil dan petani yang kerap terseret dalam konflik agraria selalu menjadi pihak lemah. Menghadapi korporasi yang kerap dibela atau dibiarkan bertindak oleh negara, rakyat tak bisa berbuat banyak kecuali menyampaikan protes. Dalam konflik agraria, rakyat selalu diposisikan sebagai pihak yang salah.

Peristiwa yang menambah daftar panjang luka dan duka dalam perjuangan keadilan ekologis tersebut, menjadi alarm. Bahwa konflik agraria masih menjadi problem sosial ekonomi yang butuh penyelesaian di jalur politik (baca : pengambilan kebijakan).

Baru-baru ini, saya berkesempatan hadir dalam gelaran acara Temu Rakyat Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) yang diselenggarakan di Bumi Perkemahan dan Taman Wisata (Buperta) Cibubur. Saya cukup lama berbincang dengan mas Malik. Juru Bicara kegiatan yang juga pengurus nasional WALHI. Salah satu insight yang saya peroleh dari perbincangan tersebut, adalah concern rekan-rekan aktivis lingkungan dalam menggugah nalar politik publik. Khususnya mereka yang terlibat dalam agenda-agenda politik praktis agar menjadikan lingkungan sebagai satu pijakan politik.

Sebagai organisasi yang terdepan dalam mengadvokasi berbagai isu lingkungan hidup, termasuk konflik agraria, Walhi juga intens melakukan diseminasi mengenai kekhawatiran kian merebaknya konflik agararia yang saban tahun kian marak. Agenda Temu Rakyat yang diprakarsai WALHI yang merupakan forum berskala nasional tersebut menjadi wadah bagi aktivis lingkungan hingga masyarakat adat yang untuk menyuarakan perjuangan mengenai isu-isu lingkungan.

Salah satu capaian dari Temu Rakyat tersebut adalah lahirnya Platform Politik Lingkungan Hidup. Platform ini diformulasikan dari forum Konferensi Lingkungan Hidup yang juga dilangsungkan secara bersamaan. Titik tekan yang hendak disampaikan WALHI dari dokumentasi intelektual dan akademis tersebut adalah menggugah iktikad politik pemerintah dan berbagai pihak di tingkat nasional hingga daerah, agar punya sensitivitas ekologis dalam menjalankan pemerintahan.

WALHI sendiri melihat bahwa pemerintah saat ini punya iktikad baik dalam menjalankan platform politik lingkungan hidup. Setidaknya, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan reforma agraria. Meski kemudian di tingkat implementasi, belum berjalan optimal dan terkesan kurang progresif. Target-target yang ditetapkan, tidak tercapai dan bahkan direvisi. Menteri LHK bahkan mengatakan bahwa target redistribusi 12,7 juta ha lahan kepada rakyat tidak mungkin dapat tercapai tanpa adanya suatu startegi kerja yang baru.

Photo booth di arena Temu Rakyat, Bumi Perkemana dan Taman Wisata (Buperta) Cibubur, Jakarta Timur (Dok.Pri)
Photo booth di arena Temu Rakyat, Bumi Perkemana dan Taman Wisata (Buperta) Cibubur, Jakarta Timur (Dok.Pri)

Itu baru satu isu yang sudah menjadi agenda poltik pemerintah. Belum dengan penyelesaian sengketa dan konflik yang semakin banyak di daerah. Serikat Petani Indonesia mencatat sebanyak 117.054 menjadi korban konflik agraria sepanjang tahun 2017. Data tersebut bisa jadi lebih kecil dari angka yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Penembakan warga/petani di Kalimantan Tengah hingga mengakibatkan adanya korban jiwa meregang nyawa, semestinya menjadi duka akhir tahun yang menjadi pesan agar tahun-tahun mendatang konflik agraria bisa semakin ditekan. Pemerintah diharapkan hadir berpihak kepada rakyat. Okelah, kita mengapresiasi luar biasa program redistribusi lahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun