Mohon tunggu...
Franky Adinegoro
Franky Adinegoro Mohon Tunggu... profesional -

Tinggal di Curup, Kab. Rejang Lebong, Bengkulu. Menikah dengan Laila Zunairah. Ayah dua anak. Suka menulis dan membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Money

Haruskah Pemerintah Mengenakan Pajak bagi Penulis?

2 Oktober 2017   08:37 Diperbarui: 2 Oktober 2017   09:17 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis Novel Tere Liye. (eramuslim.com)

BEBERAPA waktu yang lalu, Tere Liye, penulis buku, memutus kontrak kerja sama dengan penerbit Gramedia Pustaka Utama. Dia juga memutus kontrak dengan penerbit Republika. Pria kelahiran Sumatera Selatan, 21 Mei 1979 ini merasa kecewa dengan tingginya pungutan pajak yang diberlakukan pemerintah kepada profesi penulis.

Dalam kebijakan yang baru, pemerintah mengenakan pajak sebesar 15 persen kepada penulis dari jumlah royalti yang diterima.

Tak cuma Tere Liye, penulis lainnya, Dewi Lestari alias Dee pun ikut mengeluh akibat kebijakan pemerintah itu. Mantan anggota trio vokal Rida Sita Dewi itu menilai jumlah pungutan pajak tersebut sangat memberatkan. Sebab, menurutnya royalti yang diterima para penulis cuma sekitar 10 persen dari penjualan buku.

Itu baru bicara royalti. Rupanya pemerintah juga tetap mewajibkan penulis untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) meskipun sudah membayar royalti. Ckckck!

"Sudah pendapatan royalti dikenai (pajak) 15 persen, sisanya yang masuk ke penghasilan tahunan dihitung utuh sebagai pendapatan kena pajak," kata pelantun lagu Malaikat Juga Tahu itu, sebagaimana dikutip cnnindonesia.com.

Keluhan dari Tere Liye dan Dewi Lestari ini mungkin bisa dijadikan sebagai sampel saja untuk mewakili perasaan para penulis lainnya.

Yang menjadi persoalan adalah, apakah sudah tepat pemerintah mengenakan pajak sebesar itu kepada penulis? Apakah tidak ada solusi lain? Jangan sebesar itu, misalnya.

Sementara budaya baca dan menulis di negeri kita saat ini boleh dikatakan masih sangat rendah. Bahkan, Media Indonesia menulis, di antara negara-negara se-ASEAN, negara kita memiliki budaya literasi paling rendah.

Kemudian, minimnya karya-karya sastra yang bernas yang diterbitkan dalam jumlah banyak, menandakan masih lesunya dunia penulisan di Negeri ini.

Lalu, dengan diterbitkannya peraturan yang mewajibkan para penulis dengan pajak segede gitu, apa tidak menambah lesu dunia penulisan nantinya?

Mestinya, pemerintah berpikir ulang. Coba dikaji-kaji lagi. Boleh saja--dan itu memang hak pemerintah--untuk menetapkan pajak dari warganya. Tetapi, alangkah bijaksana jika kebijakan itu tetap memberikan win-win solution, agar tidak ada yang 'terzolimi'. (***)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun