Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tasikmalaya, Garut dan Pendakian Papandayan Akhir Abad ke-19: Pengalaman Seorang Penulis Geografi

11 April 2014   20:54 Diperbarui: 2 Desember 2015   14:37 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_331202" align="aligncenter" width="603" caption="Pendopo Garut masa Hindia Belanda (kredit foto www.garutkab.go.id)"][/caption]

Penulis, seorang fotografer juga sekaligus ahli geografi bekebangsaan Amerika, Eliza Ruhamah Scidmore (1858-1928) pada 1897 menulis sebuah buku yang bertajuk Java: The Garden of The East, yang pertama kali diterbitkan di Washington pada 1897. Beberapa waktu yang lalu saya membaca buku anggota National Geographic Society wanita pertama di dunia yang versi yang sudah dicetak kembali New York: University Press, 1984.

 

Buku ini menceritakan perjalanan Eliza dari Batavia ke Bogor, menjelajah beberapa gunung seperti Gunung Salak, Gunung Gede,naik kereta api dari Bogor, melintasi Cianjur dan sempat singgah di Bandung untuk melihat Tangkubanparahu dan Lembang. Kemudian dia ke Surakarta, Yogyakarta, melihat Borobudur dan kembali ke Priangan singgah di Garut dan mendaki Papandayan. Perjalanan dilakukan pada 1890-an namun tidak detail diceritakan kapannya. Namun mengingat buku ini menyinggung Perang Aceh yang berkecamuk , tanam paksa yang baru dihapuskan (1870), serta setelah Perang di Lombok antara Suku Sasak dan Suku Bali yang didintervensi Belanda (dalam sejarah berlangsung pada 1894). Jadi perjalanan boleh dibilang antara 1895-1897.

 

Melintasi Priangan

 

Dalam perjalanan melintasi Priangan, Eliza Ruhamah Scidmore menumpang kereta api dari Sukabumi ke Bandung yang digambarkan jalurnya melengkung di sekitar bahu Gunung Salak. Perjalanan melalui kawasan perkebunan teh, kopi, dan perkebunan kina dan areal persawahan berada di lereng bukit seperti teras-teras hingga kereta api singgah di Stasiun Cianjur.

 

Setelah sejenak berhenti perjalanan dari stasiun ini pemandangan yang lebih liar. Seperti tidak ada hunian manusia. Eliza melihat bukit yang dipenuhi alang-alang , hutan bambu atau galagah di mana ternak tidak menyentuhnya. Pada masa itu masih terdapat banteng dan harimau yang berkeliaran, namun mereka melarikan diri ketika mendengar suara lokomotif.

 

Informasi ini menarikkarena ituartinya perjalanan Bataviake Bandung pada awalnya tidak melalui Purwakarta-Cikampek, tetapi dari timur yang pada zaman merdeka sempat tidak operasi. Menurut sejarahnya jalan kereta api Sukabumi-Bandung adalah bagian dari jalan kereta api Bogor-Sukabumi (bahkan Batavia-Bogor) yang pembangunannya lebih untuk kepentingan tanam paksa –mengangkut hasil perkebunan seperti teh, kopi dan kina- dari pada kepentingan untuk mobilitas penduduk .

 

Cerita yang saya dapat dari sumber lain pada 1863 berdirilah perusahaan kereta api swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappiji (NIS). Melalui surat keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan surat keputusan Raja Belanda maka pada 1869 dimulailah pembangunan jalur Batavia (Jakarta) – Buitenzorg (Bogor) - Bandung oleh NIS. Trek yang kini kereta api jabodetabek. Pada 31 Januari 1873, jalur kereta api rute Batavia – Buitenzorg secara resmi beroperasi. Sejumlah surat kabar yang terbit di Batavia setelah 1870-an seperti Pemberita Betawi kerap menyinggung kereta api ini. Misalnya edisi 4 Januari 1888:

 

Bermoela dari 1 Djanoeari ini tahoen di post kereta api Gambir soedah ada buffet segala roepa minomen dapat dengan bajaran pantes

 

(Dalam bukunya Elizajuga menulis soal makan siang dalam kereta api ketika menuju Cianjur. Orang-orang Eropa bisa memilih menyantap nasi masak atau roti dengan keju dengan buah-buahan tropis seperti pisang, manggis.Harga makan siang sekitar satu setengah florin (mata uang masa itu juga kerap menggunakan gulden.. hal 149).

 

Setelah NIS mengalami kesulitan keuangan. pemerintah Hindia Belanda kemudian mendirikan perusahaan kereta api negara yaitu Staats Spoorwegen (SS) pada 6 April 1875 untuk melanjutkan pembangunan jalur tersebut. Pada 21 Maret 1882 telah terhubung jalur kereta api rute Bogor – Sukabumi dan kemudian diikuti pada 16 Juni 1884 jalur kereta api rute Bogor – Sukabumi - Bandung mulai beroperasi secara penuh yang ditandai dengan peresmian stasiun Bandung. Panjang jalur Jakarta - Bogor adalah 54 km, panjang jalur Bogor - Sukabumi adalah 57 km dan panjang jalur Sukabumi - Bandung adalah 83 km.1

 

Kembali ke buku Java The East Garden,Eliza melukiskan tempat yang menarik sekitar Bandung menurut adalah Tangkubanparahu, Lembang, sepuluh mil dari Bandung (Eliza menulisnya Bandong). Dalam bukunya disebutkan pendaki gunung meninggalkan kudanya atau kereta di lembang. Perjalanan selanjutnya dilakukan dalam djoelieatau tandu (dengan empat kuli) melalui hutan yang lebat ke tepi kawah terbuka, di mana menggelegak kolam belerang dengan dasar abu-abu. TentunyaEliza juga mengetahui adanya vila milik Junghuhn yang meneliti soal kina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun