Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Skenario Agus Yudhoyono, Anies Baswedan, Ahok dan Pilpres 2019

27 September 2016   17:12 Diperbarui: 4 Desember 2017   04:19 4227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga nama calon gubernur DKI. pos-metro.com

Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 bisa jadi refleksi Pemilihan Presiden 2019 jika variabel politik yang terjadi masih sebangun dengan Pemilihan Presiden 2014.  

Maksudnya peta kekuatan politik (dalam arti parpol pendukung dan para tokoh yang mengendalikan parpol) masih sama. Pilpres 2014 sebetulnya kalau saya telaah sebetulnya ada tiga kubu dan bukan dua antara kubu Prabowo dan Jokowi.  

Kubu ketiga sebetulnya ada Demokrat yang belakangan bergabung dengan Prabowo karena tidak percaya diri mengusung calonnya dan merasa belum punya figure (padahal partai ini punya calon hasil konvensi).

Sekutu Demokrat seperti PAN dan PKB untuk sementara bersebarangan jalan, lebih karena aalsan pragmatis. Saya tidak heran karena alasan pragatisme politik juga PAN dengan mudah bergabung dengan kubu pemerintah.  

Ingat pada Pilpres 2009 kedua partai ini pendukung SBY-Boediono. Muhaimin Iskandar dari PKB punya kedekatan dengan SBY. Begitu juga hubungan besan antara Hatta Rajasa dengan SBY bisa menjadi faktor. Itu sebabnya PAN dan PKB bergabung dengan Demokrat karena sosok SBY mengusung calon sendiri di Pilkada DKI Jakarta. 

Yang memang mengejutkan ialah tokoh yang dipilih ialah Agus Harimurti Yudhoyono, yang cukup cepat untuk diorbitkan pada umur 38 tahun. Kalau dari segi usia bukan hal yang baru dalam sejarah Indonesia. Sanusi Hardjadinata menjadi Gubernur Jawa Barat (pada periode 1951-1957) pada usia yang hampir sama dengan Agus Harimurti. Syahrir menjadi pemimpin pada usia yang jauh lebih muda. 

Jadi tidak ada yang salah dengan memajukan Agus Harimurti. Saya tidak khawatir soal militerisme, karena pangkat terakhir Agus Mayor dan kultur militernya belum melekat, saya kira ialah mewarisi militer sipil seperti ayahnya.

Yang masih diraba ialah apa hitungannya SBY dan sekutu-sekutunya memilih Agus Harimurti? Saya kira kubu ini tahu sulit mengalahkan Ahok-Djarot dan mereka siap kalah. Nothing to Lose buat mereka. Sekalipun kemungkinan untuk terpilih juga kuat. Pengalaman elektabilitas Emil-Oded pada pilwakot Bandung 2013 hanya 6% pada awal, tetapi bisa berubah, tergantung isu, program yang akan diusung dan faktor-faktor yang tidak bisa diprediksi.  

Dua skenario. Skenario pertama. Kalau Agus kalah, apakah karir politiknya tenggelam? Belum tentu. Justru akan mematangkan Agus dan dia bisa menghitung berapa persennya di Jakarta.  

Pada Pilpres 2019 dia masih jadi calon-tapi saya memperhitungkan untuk 2024- kalau pun tidak masalah. Saya setuju dengan berapa kawan Kompasianer, Agus bisa menjadi putra mahkota di Demokrat dan secara figur lebih bagus dia daripada Ibas.  

Antara 2017-2019 masih ada kemungkinan perubahan variable apalagi ke 2024 dan usianya masih muda. Bagi sekutunya juga nothing to lose mereka bisa berubah mendukung calon lain kalau Pilkada DKI Jakarta 2017 nanti berlangsung dua putaran bahkan Demokrat sendiri, tetapi Agus sudah punya pengalaman politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun