Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Singgah di "Pop Culture" Sellie Coffee

5 Maret 2017   15:53 Diperbarui: 5 Maret 2017   16:37 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BBagian eksteriro Sellie Coffee (foto: Irvan Sjafari)

Kalau bukan karena Ada Apa dengan Cinta 2, mungkin tidak banyak orang Jakarta seperti saya mengenal Sellie Coffee.  Bahkan orang asli Yogyakarta seperti Thowaf Zuharon pun mengaku mengenal tempat minum kopi ini setelah menonton film ini.   Penulis beberapa buku ini mengajak saya dan Bijo Dirajo sesama jurnalis untuk singgah Kamis malam  2 Maret yang lalu sewaktu kami berada  di Kota Gudeg itu untuk keperluan pekerjaan.

Seingat saya sekitar pukul delapan malam, ketika live music menyambut para tamu di kafe yang terletak di Jalan Prawirotaman II itu. Mulanya mereka memainkan lagu instrumentalia  jazz, blues,  mulai dari "Jali-jali", beberapa lagu dari  Chrisye, hingga "Hotel California" dengan piawai mengundang tepuk tangan pengunjung.  “Live Music ini  setiap  Malam, harusnya ada vokalis cewek namanya  Rosi,”  ujar Thowaf.

Keberadaan "live music” biasanya menu sebuah kafe modern. Namun ada pada kafe kecil yang paling-paling  banyak 50 orang bersesakan.  Kafe ini di mata saya adalah hibrida antara modern (Barat dan tradisional Jawa).  Syarat kafe  “modern” lainnya yang terpenuhi adalah wifi. Sehingga Bijo dengan mudah ber-WA-an dengan rekan-rekan yang lain. Sementara seorang cewek bule asyik dengan laptop berselancar di dunia maya.  

Live music setiap Kamis malam (Kredit foto: Irvan Sjafari)
Live music setiap Kamis malam (Kredit foto: Irvan Sjafari)
Tradisionalnya ialah interior bangunan kafe mungil ini berdinding gedeg serta unsur bambu dan meja kayu.  Di dinding  terpampang  aneka rupanya menurut Thowaf juga berfungsi sebagai pameran (galeri). Lukisan itu bisa dibeli pengunjung.   Hibrida lainnya adalah menu minuman mulai dari  Kopi Gayo, Wedang  Uwuh cokelat, hingga milik shake.Makanannya  mulai dari pisang goreng hingga pizza.  Tetapi saya dan thowaf memesan wedang  uwuh. 

Wedang  Uwuh, minuman tradisional Jawa yang rasanya hangat di tenggorokan. Cukup menghentikan batuk saya untuk sementara. Saya memilih tidak memakai gula hingga rasa jahenya dan cengkehnya terasa menyengat. Menurut berapa referensi bahan ;aom untuk minuman berwarna merah ini kayu sedang,  Gula yang digunakan ialah gula batu, bagi yang berminat.  Sementara Bijo memesan minuman cokelat hangat.  Tetapi secara keseluruhan tidak ada yang terlalu istimewa dengan kafe ini, kecuali mungkin koleksi minuman kopinya.

Selebihnya kafe ini sudah menjadi pop culture. Entah sudah berapa tulisan mengulas kafe ini sejak diperkenalkan oleh kisah Cinta dan Rangga.  Tempat itu cozy dan cocok untuk datang sendiri melakukan kontempelasi bila Anda ke Yogyakarta. Soal harga cukup bersahabat dengan kantong.  Empat gelas Wedang Wuluh, karena saya dan Thowaf memesan sampai dua gelas  dan secangkir cokelat habis  Rp33.000.   Kafe ini buka dari sore hingga tengah malam.  Saya beruntung sempat menjadi bagian dari pop culture ini.  Sayang karena keterbasan waktu, satu-satunya tempat yang saya singgah di luar pekerjaan selama seminggu di Yogyakarta.

Wedang wuluh dan secangkir cokelat.
Wedang wuluh dan secangkir cokelat.
 Irvan Sjafari

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun